Eksistensi.id, Samarinda – Masalah rendahnya rata-rata lama sekolah di Kalimantan Timur dinilai bukan semata soal biaya pendidikan, tetapi lebih pada beratnya beban hidup yang dihadapi keluarga pelajar. Kondisi ini membuat banyak anak terpaksa berhenti sekolah, meskipun secara formal pendidikan telah digratiskan.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, mengungkapkan bahwa banyak pelajar yang gagal melanjutkan pendidikan bukan karena tidak mampu membayar uang sekolah, melainkan karena kesulitan memenuhi kebutuhan harian seperti ongkos transportasi, makan, dan tempat tinggal.
“Seringkali yang membuat anak-anak berhenti sekolah bukan uang SPP, tapi biaya hidup sehari-hari. Ini yang jarang terlihat tapi nyata di lapangan,” jelas Darlis, Sabtu (28/6/25).
Saat ini, rata-rata lama sekolah masyarakat Kaltim hanya berkisar 10,2 tahun setara dengan jenjang pendidikan awal SMA. Angka ini dianggap belum cukup untuk membangun daya saing sumber daya manusia di daerah yang sedang tumbuh sebagai penyangga Ibu Kota Nusantara (IKN).
Menurut Darlis, pemerintah daerah memang bertanggung jawab dalam memastikan akses pendidikan gratis. Namun, untuk menutup celah kebutuhan pendukung, sektor swasta melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) perlu dilibatkan lebih aktif.
“Kalau dunia usaha mau ambil bagian lewat CSR, mereka bisa bantu menyediakan tempat tinggal, uang saku, atau transportasi pelajar dari daerah terpencil. Ini bisa jadi jaring pengaman bagi anak-anak kurang mampu,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa pendidikan gratis hanya akan berdampak besar jika dibarengi dengan solusi atas persoalan non-akademik yang membebani keluarga miskin. Oleh karena itu, sinergi lintas sektor diperlukan agar akses pendidikan benar-benar inklusif.
Darlis juga mengingatkan bahwa perluasan akses pendidikan tidak boleh mengorbankan kualitas. Pemerintah daerah harus memperhatikan peningkatan mutu guru, fasilitas belajar, serta metode pengajaran yang relevan dengan perkembangan zaman.
“Jangan sampai kita fokus mengejar angka partisipasi, tapi mengabaikan kualitas lulusan. Dua hal ini harus jalan beriringan,” katanya.
Sebagai solusi jangka panjang, DPRD Kaltim mendorong lahirnya skema kerja sama formal antara pemerintah dan dunia usaha untuk mendukung pendidikan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
“Kalau kolaborasi ini berhasil, bukan tidak mungkin dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan, rata-rata lama sekolah kita bisa jauh meningkat,” tutup Darlis.(ADV)