Eksistensi.id, Samarinda — Rencana pengambilalihan pengelolaan Pulau Kakaban oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) tengah menjadi sorotan. Di balik upaya penguatan kewenangan provinsi, muncul kekhawatiran serius dari legislatif terkait potensi kerusakan ekologi yang bisa timbul jika tidak dikelola secara bertanggung jawab.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Makmur, menyuarakan kehati-hatian atas wacana tersebut. Ia menegaskan bahwa Pulau Kakaban bukan sekadar aset wisata biasa, melainkan kawasan konservasi bernilai tinggi yang harus diperlakukan dengan pendekatan kehati-hatian dan keberlanjutan.
“Yang kita jaga di Kakaban itu bukan hanya ekonomi pariwisatanya, tapi juga ekosistem uniknya. Kalau tiba-tiba diambil alih tanpa ada sistem pengawasan yang kuat, itu sangat berisiko,” ujarnya, Minggu (29/6/25).
Pulau Kakaban, yang berada di wilayah Kabupaten Berau, dikenal karena Danau Ubur-Ubur tak menyengatnya salah satu fenomena langka di dunia. Makmur mengingatkan, ekosistem seperti ini hanya bisa bertahan jika pengelolaannya berbasis konservasi, bukan eksploitasi.
Menurutnya, selama ini pengelolaan kawasan dilakukan dengan prinsip pelestarian lingkungan dan melibatkan masyarakat lokal. Jika kewenangan sepenuhnya berpindah tanpa kerangka kerja yang jelas, maka potensi keberlanjutan itu bisa terganggu.
“Saya khawatir, setelah diambil alih, justru pengawasannya melemah. Apalagi kalau arah kebijakan dan pengelolaannya belum jelas,” ujarnya.
Makmur menekankan, bukan soal siapa yang berwenang, melainkan bagaimana tanggung jawab itu dijalankan. Ia berharap pemerintah provinsi dan kabupaten duduk bersama merancang mekanisme pengelolaan terpadu yang tetap berpihak pada kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat sekitar.
“Pulau Kakaban itu bukan tempat biasa. Nilai ekologisnya jauh lebih besar daripada sekadar destinasi wisata. Kita harus jaga bersama, tidak boleh hanya menjadi objek tarik-ulur kewenangan,” tegasnya.
Ia pun menyampaikan, dirinya tidak menolak peran aktif Pemprov Kaltim di kawasan tersebut, khususnya di wilayah perairan. Namun, ia mengingatkan, jika pengelolaan darat dan laut dilakukan sepenuhnya oleh provinsi tanpa perencanaan matang, maka yang dirugikan adalah lingkungan dan masyarakat.
“Kalau semua diambil alih tanpa arah kebijakan yang jelas, kita khawatir akan ada pembiaran. Dan kalau itu terjadi, bukan hanya pemerintah yang abai masyarakat pun bisa ikut masa bodoh,” tutupnya.(ADV)