Eksistensi.id, Samarinda – Di tengah maraknya program bantuan pendidikan dari berbagai level pemerintahan, Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Agusriansyah Ridwan, mengingatkan pentingnya membangun sistem pendidikan yang berjalan tidak hanya adil, tetapi juga terintegrasi.
Menurutnya, prioritas di sektor pendidikan akan kehilangan makna bila tidak dibarengi dengan basis data yang akurat dan kebijakan yang saling mendukung antarinstansi.
Hal ini disampaikannya menyikapi tumpang tindih antara program bantuan pendidikan Kutim Tuntas milik Pemerintah Kabupaten Kutai Timur dengan program Gratispol dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
Dua program ini, kata Agusriansyah, harus dikelola dengan cermat agar tidak menimbulkan konflik data penerima dan pemborosan anggaran.
“Tidak boleh ada satu siswa mendapatkan dua bantuan sekaligus. Harus ada salah satu yang dicoret, dan tidak mungkin Gratispol yang dicoret,” tegasnya, Selasa (8/7/25).
Agusriansyah menjelaskan bahwa Gratispol merupakan program yang sudah mapan dan mencakup wilayah provinsi dengan sistem pendataan yang luas. Karena itu, apabila seorang siswa telah tercatat sebagai penerima Gratispol, maka secara otomatis tidak bisa lagi mendapat bantuan dari Kutim Tuntas.
Meski begitu, ia tidak menolak keberadaan Kutim Tuntas. Justru menurutnya, program kabupaten seperti itu tetap penting untuk menjangkau siswa-siswa yang belum terakomodasi oleh program provinsi. Namun, kehadiran dua skema bantuan ini harus dilandasi oleh komunikasi dan integrasi data agar tidak tumpang tindih.
“Kutim Tuntas bisa menjadi pelengkap, bukan pengganti. Tapi semua harus terkoordinasi. Jangan sampai ada siswa yang justru kehilangan haknya karena datanya tidak sinkron,” tutur politisi dari Fraksi PKS itu.
Ia juga menyoroti perlunya evaluasi terhadap pelaksanaan program-program bantuan pendidikan sebelumnya, seperti Kaltim Tuntas, agar keberlanjutan bagi siswa penerima lama tetap terjaga.
Menurutnya, pengelolaan pendidikan tidak cukup dilihat dari besarnya anggaran, tetapi juga dari keadilan distribusi dan keberpihakan terhadap kebutuhan nyata di lapangan.
Agusriansyah mengingatkan bahwa tanpa transparansi dan pengelolaan sistem yang menyeluruh, program bantuan seperti ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat, terutama di kalangan pelajar dan orang tua.
Oleh karena itu, ia mendorong agar sinergi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diperkuat.
“Kita harus tanggalkan ego sektoral. Pendidikan ini untuk anak-anak kita semua. Kalau datanya beda-beda, kalau kebijakannya tidak selaras, maka kita hanya membangun tumpukan program, bukan masa depan,” ujarnya.
Sebagai provinsi yang kini menjadi pusat perhatian nasional karena keberadaan Ibu Kota Negara (IKN), Agusriansyah menekankan bahwa Kalimantan Timur harus menjadikan pendidikan sebagai fondasi utama pembangunan.
Tapi hal itu, menurutnya, hanya bisa dicapai bila semua pihak berbicara dengan satu data dan satu tujuan.(ADV)
Penulis : Nurfa | Editor: Redaksi