Eksistensi.id, Samarinda – Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Guntur, menegaskan bahwa upaya mewujudkan swasembada pangan tidak bisa disamaratakan, melainkan harus berbasis data lokal dan didampingi oleh penyuluh pertanian yang aktif memahami kebutuhan spesifik tiap daerah.
Menurutnya, selama ini program ketahanan pangan kerap hanya menitikberatkan pada penyediaan alat dan bahan, tanpa didukung analisis lapangan yang memadai. Padahal, setiap wilayah di Kaltim memiliki karakteristik pertanian yang berbeda dan membutuhkan pendekatan yang tepat.
“Petani di Berau tentu tidak bisa disamakan dengan petani di Kutai Kartanegara atau Paser. Maka dari itu, penyuluh lapangan harus hadir, bukan hanya di atas kertas, tapi benar-benar bekerja langsung dengan petani,” ujar Guntur, Minggu (13/7/25).
Ia menilai kehadiran penyuluh bukan hanya sebagai jembatan antara petani dan pemerintah, melainkan sebagai arsitek lapangan yang memetakan kebutuhan spesifik lahan, tanaman, hingga pola tanam.
“Tanaman itu seperti manusia. Butuh keseimbangan nutrisi. Kalau tanah terlalu asam atau unsur haranya tidak cukup, ya gagal panen. Jadi harus ada analisa lahan, pendampingan, bukan sekadar distribusi pupuk,” jelasnya.
Guntur juga mengkritik pola distribusi alat dan mesin pertanian (alsintan) yang masih bersifat top-down.
Menurutnya, distribusi semacam ini rawan tidak tepat guna jika tidak diawali dengan pemetaan kebutuhan berdasarkan data lapangan yang akurat.
Lebih jauh, ia menyinggung tantangan regenerasi petani yang makin nyata di Kaltim.
Ia menyebut anak muda mulai menunjukkan minat pada sektor pertanian, namun masih terkendala fasilitas dan teknologi.
“Petani milenial itu ada. Tapi kalau mereka disuruh kerja pakai cangkul di zaman serba digital, ya mundur. Maka penting sekali menyediakan alat modern yang cocok untuk mereka,” tegasnya.
Guntur mendorong Pemerintah Provinsi Kaltim untuk lebih responsif dalam menyusun program pertanian berbasis realita lapangan, apalagi dalam konteks Kaltim sebagai penyangga pangan Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Kalau kita mau jadi lumbung pangan untuk IKN, harus dimulai dari membenahi hulu: dari data lahan, pendampingan penyuluh, sampai distribusi alat dan pupuk yang tepat sasaran,” tutupnya.(ADV)