Eksistensi .id, Samarinda – Meningkatnya aktivitas lalu lintas di jalur alternatif penghubung Tenggarong dan Samarinda, tepatnya di kawasan Jongkang hingga Loa Lepu, bukan hanya mempermudah mobilitas masyarakat. Jalur ini perlahan menjelma menjadi kawasan ekonomi baru, dengan munculnya berbagai usaha rumahan yang memanfaatkan tingginya arus kendaraan.
Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Salehuddin, menilai kondisi ini sebagai sinyal kuat bahwa masyarakat telah lebih dulu bergerak mengembangkan potensi lokal. Menurutnya, pemerintah daerah tidak boleh pasif, melainkan harus segera merespons dengan kebijakan konkret.
“Warga sudah memulai. Pemerintah tinggal menyesuaikan langkah dengan memberikan ruang legal dan fasilitas yang memadai,” tegasnya, Minggu (20/7/25).
Ia mengingatkan bahwa kemunculan usaha kuliner di sepanjang jalur ini merupakan contoh nyata bagaimana masyarakat membaca peluang. Namun tanpa perencanaan dari pemerintah, potensi ini bisa mandek atau bahkan menimbulkan masalah seperti kemacetan, limbah, dan ketimpangan ruang.
“Kalau tidak segera ditata, yang awalnya peluang bisa jadi beban baru. Harus ada regulasi, desain kawasan, dan fasilitas pendukung yang disiapkan,” ujarnya.
Salehuddin menilai jalur yang memangkas waktu tempuh dari satu jam menjadi hanya 20 menit itu ideal dijadikan koridor ekonomi mikro, tidak hanya di sektor kuliner, tetapi juga produk kreatif dan kerajinan lokal.
Ia juga mendorong agar Dinas Perdagangan, Pariwisata, dan instansi teknis lain tidak hanya berpikir soal estetika, tetapi fokus pada bagaimana jalur ini bisa menghidupkan ekonomi rakyat secara berkelanjutan.
“Bukan hanya tempat makan yang bagus, tapi bagaimana kawasan ini bisa jadi ekosistem ekonomi baru yang membuka lapangan kerja, memunculkan identitas, dan memperkuat posisi UMKM lokal,” jelas politisi Golkar itu.
Menurutnya, model kolaboratif berbasis komunitas adalah pendekatan yang tepat. Pemerintah desa, pelaku usaha lokal, dan lembaga teknis harus dilibatkan sejak awal perencanaan.
Lebih dari itu, Salehuddin juga mendorong pemerintah kabupaten segera menyusun peraturan daerah atau minimal regulasi tingkat kepala daerah sebagai pijakan hukum agar kawasan ini bisa dikembangkan secara tertib dan terukur.
“Ini saatnya pemerintah hadir menyambut inisiatif warga. Jangan tunggu potensi ini menguap karena keterlambatan respons,” pungkasnya.(ADV)