Eksistensi.id. Samarinda – Pulau Maratua, permata wisata di ujung timur Kalimantan Timur (Kaltim), kembali menjadi sorotan setelah Anggota DPRD Kaltim, Syarifatul Syadiah, mengungkap potret ketimpangan pembangunan yang masih dialami masyarakat setempat. Di balik keindahan alamnya, Maratua masih dihantui oleh abrasi dan minimnya infrastruktur dasar.
Menurut Syarifatul, kawasan perbatasan seperti Maratua seharusnya tidak hanya dilihat sebagai ikon pariwisata, tetapi juga sebagai beranda terdepan NKRI yang memerlukan pemerataan pembangunan dan perlindungan lingkungan.
“Maratua punya posisi strategis, tapi kondisi pesisirnya semakin rusak oleh abrasi. Kalau ini terus dibiarkan, bukan cuma wisata yang terancam, tapi pemukiman warga juga,” ujarnya, Minggu (20/7/25).
Bukan hanya Teluk Harapan, kata dia, kerusakan serupa juga mulai terlihat di Kampung Payung-Payung dan kampung lain di sekitarnya.
Ia mendorong agar penanganan abrasi tidak lagi bersifat parsial, tetapi menyeluruh dan berbasis pemetaan titik rawan yang komprehensif.
Meski kewenangan utama berada di tangan Pemerintah Provinsi, Syarifatul mengingatkan bahwa Pemerintah Kabupaten Berau tidak boleh lepas tanggung jawab. Ia meminta DPUPR Berau aktif merespon isu tersebut dalam Musrenbang dan RKPD tahunan.
“Ini tanggung jawab lintas kewenangan. Kabupaten dan provinsi harus kolaboratif. Jangan saling lempar tugas ketika warga mulai terdampak,” tegasnya.
Selain persoalan abrasi, Syarifatul juga menyoroti buruknya akses jalan di beberapa titik, terutama di Teluk Harapan. Jalan utama di kampung itu hanya memiliki cor beton sepanjang 10 meter, kondisi yang sudah lama dikeluhkan masyarakat.
“Mobil saja susah masuk, padahal ini kawasan wisata. Banyak pemancing luar daerah datang ke sini, tapi akses jalan malah tak mendukung,” keluhnya.
Menurutnya, pemerintah tak bisa hanya fokus membangun satu-dua kampung demi pencitraan pariwisata, sementara kampung lain dibiarkan terisolasi.
Syarifatul pun mengingatkan bahwa pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan seperti Maratua bukan sekadar soal kenyamanan, tetapi juga simbol kehadiran negara di daerah pinggiran.
“Kalau pemerintah serius dengan slogan membangun dari pinggiran, maka Maratua harus masuk daftar prioritas. Jangan tunggu rusak baru ditangani,” pungkasnya.(ADV)