Eksistensi.id, Samarinda – Kerusakan infrastruktur publik dan dampak lingkungan akibat aktivitas pertambangan ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi sorotan.
Anggota Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menegaskan bahwa persoalan ini bukan lagi soal pengawasan semata, melainkan kegagalan sistemik dalam pengelolaan sektor sumber daya alam (SDA).
“Kita tidak bisa lagi memandang tambang ilegal ini sebagai kasus insidental. Dampaknya sudah menyentuh langsung keselamatan publik, bahkan merusak jembatan dan menelan korban jiwa. Ini tanda bahwa sistem kita perlu direformasi,” tegasnya, Rabu (16/7/25).
Salehuddin mencontohkan insiden ponton batu bara yang menabrak jembatan serta kecelakaan di bekas lubang tambang yang tidak direklamasi sebagai bukti nyata dari dampak buruk yang dibiarkan terus terjadi.
Ia menilai lemahnya pengawasan terhadap operasional tambang baik legal maupun ilegal memicu kerusakan yang tak hanya merugikan lingkungan, tetapi juga menggerus infrastruktur dan rasa aman masyarakat.
“Kerusakan jembatan dan jalan akibat tambang ini bukan hanya masalah teknis. Ini sudah darurat tata kelola. Regulasi ada, tapi penerapannya masih sangat lemah,” ujarnya.
Menurut politisi asal Kutai Kartanegara itu, akar persoalan tambang ilegal tidak bisa diatasi dengan pendekatan parsial.
Ia mendorong adanya penataan menyeluruh dan terintegrasi, yang melibatkan evaluasi perizinan, penegakan hukum lingkungan, serta kolaborasi lintas sektor antara pusat dan daerah.
“Tidak bisa hanya berharap pada satu instansi. Ini kerja lintas sektor. Pemerintah pusat, daerah, penegak hukum, bahkan masyarakat harus dilibatkan. Kalau tidak, praktik seperti ini akan terus berlangsung tanpa ada yang bertanggung jawab,” jelasnya.
Salehuddin menyebutkan, upaya penertiban tambang ilegal harus disertai dengan pembenahan pada tambang legal yang tidak menjalankan kewajibannya, seperti reklamasi pasca tambang dan pemenuhan dokumen AMDAL.
“Yang resmi pun banyak yang bermasalah. Jadi, bukan cuma ilegal yang harus ditindak. Semua aktivitas tambang harus diaudit. Kalau tidak sesuai aturan, harus ada sanksi,” imbuhnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa sektor SDA seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan daerah. Namun selama ini, menurutnya, justru hanya menguntungkan segelintir pemilik modal, sementara kerugiannya ditanggung masyarakat luas.
“Kalau sistemnya tidak dibenahi, kita hanya akan panen kerusakan. Masyarakat tidak dapat manfaat, infrastruktur rusak, lingkungan hancur,” tuturnya.
Di akhir, Salehuddin menekankan pentingnya reformasi tata kelola tambang yang berpihak pada kepentingan rakyat dan keberlanjutan lingkungan.
“Ini soal keberanian politik. Pemerintah harus ambil alih kendali pengelolaan SDA secara tegas dan transparan. Kita tidak boleh membiarkan praktik tambang ugal-ugalan terus menggerogoti masa depan Kaltim,” pungkasnya.(ADV)