Eksistensi,id, Samarinda — Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agus Aras, mengungkap sejumlah temuan krusial terkait ketenagakerjaan dan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi saat melakukan kunjungan kerja ke PT Lanna Harita Indonesia, salah satu perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Kaltim.
Menurutnya, kunjungan tersebut merupakan bagian dari fungsi pengawasan legislatif yang melekat pada Komisi IV DPRD Kaltim, khususnya yang berkaitan dengan aspek lingkungan, tenaga kerja, dan pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR).
“Fokus kita dalam kunjungan ini adalah untuk melihat langsung bagaimana perusahaan mengelola lingkungannya, memperlakukan tenaga kerja, dan sejauh mana komitmen mereka dalam menyalurkan dana CSR kepada masyarakat sekitar,” ujar Agus, Jumat (27/6/25).
Namun, dari pemantauan di lapangan, Komisi IV menemukan adanya indikasi kelalaian dalam pelaporan penggunaan tenaga kerja asing (TKA).
Agus menyebut, pihak perusahaan mempekerjakan dua tenaga kerja asal Thailand, namun belum pernah melaporkan keberadaan mereka kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker).
“Ini seharusnya menjadi perhatian serius. Setiap penggunaan TKA wajib dilaporkan ke instansi terkait. Tapi informasi yang kami terima, itu belum dilakukan,” jelasnya.
Tak hanya itu, Agus juga menyoroti belum terbentuknya Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di lingkungan perusahaan. Padahal, menurut ketentuan perundang-undangan, perusahaan dengan jumlah karyawan 100 orang atau lebih wajib membentuk panitia tersebut.
“Ini soal keselamatan kerja, yang sangat fundamental. Perusahaan sebesar itu belum memenuhi kewajiban membentuk P2K3, dan itu jelas pelanggaran terhadap regulasi Undang-Undang Ketenagakerjaan,” tegasnya.
Temuan lainnya yang menjadi sorotan adalah terkait mekanisme penyaluran dana kompensasi atas penggunaan TKA. Selama ini, kata Agus, dana tersebut disetor ke pemerintah pusat, padahal seharusnya dialokasikan ke daerah tempat TKA tersebut dipekerjakan.
“Ini jelas merugikan daerah. Ketika TKA digunakan di Kaltim, maka dana kompensasinya juga harus masuk ke daerah. Tidak boleh semua terserap ke pusat,” imbuhnya.
Agus menekankan bahwa pengawasan ketat perlu dilakukan bukan hanya demi penegakan aturan, tetapi juga untuk melindungi hak-hak tenaga kerja lokal dan memastikan daerah tidak kehilangan potensi penerimaan.
Ia berharap hasil kunjungan tersebut bisa menjadi bahan evaluasi menyeluruh bagi perusahaan agar segera melakukan pembenahan dari aspek legalitas, kepatuhan regulasi, hingga peningkatan kontribusi sosial kepada masyarakat sekitar.(ADV)
penulis : Nurfa | Editor : Redaksi