Eksistens.id, Samarinda – Kritik terhadap penertiban Pasar Subuh di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Samarinda Kota, terus mengalir. Kali ini, Ketua Komisi II DPRD Samarinda, Agus Suwandi, angkat bicara dan menyoroti pendekatan aparat yang dinilainya terlalu represif.
Agus menyayangkan langkah pemerintah yang menurunkan kekuatan penuh, termasuk Satpol PP, kepolisian, hingga armada pemadam kebakaran, dalam proses pembongkaran pasar pada Jumat (9/5/2025). Ia menyebut tindakan tersebut berlebihan dan tidak menyentuh akar permasalahan sebenarnya.
“Saya sudah sampaikan protes langsung. Ini tidak proporsional. Lahan itu milik swasta, tapi justru pemerintah yang bergerak seolah-olah sedang menghadapi konflik besar. Ini pasar, bukan medan tempur,” kata Agus saat ditemui usai rapat DPRD, Kamis (15/5/2025).
Menurutnya, polemik Pasar Subuh tak bisa hanya dilihat dari sisi legalitas atau izin penggunaan lahan semata. Ia menilai penyelesaiannya harus komprehensif, memperhatikan hak dan kepentingan para pedagang, pemilik lahan, serta kebutuhan pemerintah menjaga ketertiban.
“Pasar itu lahir dari relasi antara pedagang, pembeli, dan lahan. Ketika salah satu elemen itu berubah, penyelesaiannya harus mengakomodasi kepentingan semua pihak,” jelasnya.
Agus mengusulkan pendekatan relokasi yang lebih bijak, terutama untuk pedagang dengan barang dagangan tematik seperti daging babi yang memiliki segmentasi pasar tertentu.
Ia juga menyarankan agar pedagang non-tematik, seperti penjual buah dan sayur, diarahkan ke pasar-pasar resmi lain yang masih memiliki daya tampung.
“Tidak semua harus dipindahkan ke satu titik. Banyak pasar yang masih longgar. Tinggal disesuaikan, supaya tidak tumpang tindih dan tetap menguntungkan pedagang,” tuturnya.
Politikus dari Partai Gerindra itu juga menekankan pentingnya pendekatan humanis dalam penertiban. Ia menilai, tindakan aparat seharusnya menjadi opsi terakhir jika komunikasi dan upaya persuasif tidak membuahkan hasil.
“Kalau memang ada pedagang yang melawan secara terang-terangan, ya baru bisa ditindak. Tapi jangan semuanya langsung dihadapi dengan kekuatan,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan pemerintah agar dalam menegakkan aturan tetap mengedepankan empati dan dialog, agar penertiban tidak justru menimbulkan keresahan di masyarakat.(ADV)
Penulis : Dita | Editor: Eka Mandiri