Eksistensi.id, Samarinda – Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Agusriansyah Ridwan, menyoroti perlunya desentralisasi kebijakan pendidikan, khususnya dalam hal kurikulum, sebagai langkah strategis untuk mengatasi ketimpangan kualitas sumber daya manusia (SDM) antara perkotaan dan daerah tertinggal di Kaltim.
Menurutnya, pendekatan pendidikan yang terlalu tersentralisasi selama ini membuat banyak daerah di Kaltim tidak memiliki ruang untuk mengembangkan sistem belajar yang sesuai dengan karakteristik wilayah dan potensi lokalnya.
“Kita butuh kebijakan pendidikan yang fleksibel dan berbasis kebutuhan daerah. Kalau kurikulum tetap berpusat dari Jakarta, sementara konteks di lapangan berbeda, maka ketimpangan SDM akan terus melebar,” ujar Agusriansyah, Minggu (13/7/25).
Ia menilai bahwa standar pendidikan nasional belum mampu menjawab kebutuhan spesifik masyarakat di wilayah pesisir, pedalaman, dan kawasan penghasil sumber daya alam. Akibatnya, banyak lulusan sekolah di daerah yang tidak memiliki kecakapan atau keterampilan sesuai dengan peluang ekonomi lokal.
“Bayangkan daerah kaya hasil alam, tapi tenaga kerjanya justru minim. Itu karena sistem pendidikan kita tidak mengajarkan keterampilan berbasis potensi lokal,” tegas politisi PKS tersebut.
Agusriansyah mendorong agar pemerintah daerah memiliki keleluasaan menyusun kurikulum adaptif yang memasukkan unsur budaya, kebutuhan industri setempat, dan potensi desa. Langkah ini dinilai penting untuk mencetak SDM yang relevan dan mampu membangun daerahnya secara mandiri.
Lebih jauh, ia juga menyoroti minimnya keterlibatan masyarakat dalam merancang arah pendidikan. Selama ini, masyarakat di daerah terpencil cenderung menjadi objek kebijakan pendidikan, bukan mitra aktif dalam pembentukan arah kurikulum.
“Partisipasi masyarakat sangat penting. Lembaga adat, komunitas lokal, dan pelaku usaha harus dilibatkan dalam penyusunan materi ajar agar pendidikan betul-betul membumi,” katanya.
Agusriansyah menegaskan bahwa desentralisasi kurikulum bukan untuk menolak standar nasional, tetapi untuk memberikan ruang inovasi dan keberpihakan pada konteks lokal. Dengan begitu, pendidikan bukan hanya melahirkan lulusan yang cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki identitas yang kuat dan daya saing berbasis wilayah.
“Kalau anak-anak didik tahu potensi daerahnya, paham kebutuhan lingkungannya, dan dibekali kemampuan praktis, maka mereka tidak perlu meninggalkan kampung halamannya untuk sukses,” tutupnya.(ADV)
Penulis : Nurfa | Editor: Redaksi