Eksistensi.id, Samarinda — Pemerataan pembangunan di wilayah pinggiran kembali disuarakan oleh Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Agusriansyah Ridwan.
Ia menegaskan pentingnya mengintegrasikan rencana pemekaran wilayah, khususnya Sangkulirang Seberang, ke dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kaltim 2025–2030.
Menurut Agus, wilayah Sangkulirang Seberang di Kabupaten Kutai Timur memiliki karakteristik geografis, sosial, historis, dan potensi ekonomi yang layak untuk dimekarkan menjadi kecamatan tersendiri, terpisah dari Kecamatan Sangkulirang induk.
“Desa-desa di kawasan ini merupakan pemukiman tua yang seharusnya mendapat prioritas pembangunan. Tapi kenyataannya, mereka justru menjadi wilayah yang paling tertinggal,” ujar Agus.
Rencana pemekaran ini mencakup sembilan desa, antara lain, Pelawan, Tepian Terap, Mandu Dalam, Mandu Pantai Sejahtera, Kerayaan, Saka, Tanjung Manis, dan Perukung. Keseluruhan wilayah ini dinilai memiliki nilai strategis baik dari aspek budaya, sosial, maupun ekonomi lokal.
Agus, yang juga anggota Panitia Khusus (Pansus) RPJMD, menegaskan bahwa pemekaran wilayah bukan sekadar pemisahan administratif, melainkan strategi untuk mempercepat layanan publik dan distribusi pembangunan secara merata.
“Dengan terbentuknya kecamatan baru, akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, hingga infrastruktur transportasi bisa ditingkatkan secara signifikan. Ini bentuk keberpihakan terhadap keadilan pembangunan,” tegas politisi PKS tersebut.
Ia menyebutkan bahwa hingga kini masyarakat Sangkulirang Seberang masih menghadapi keterbatasan infrastruktur seperti jalan penghubung, fasilitas kesehatan, dan jaringan komunikasi yang minim. Hal ini memperkuat urgensi pemekaran sebagai solusi konkret, bukan sekadar wacana.
Agus juga mengingatkan agar pemekaran tidak menjadi komoditas politik menjelang pemilu.
Menurutnya, harus ada kajian teknokratis yang serius dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat lokal.
“Jangan hanya dijadikan janji politik. Harus ada studi kelayakan, keterlibatan masyarakat, dan rencana pembangunan yang jelas. Jika tidak, pemekaran hanya akan memperluas birokrasi tanpa manfaat riil bagi warga,” terangnya.
Ia pun mendorong Pemerintah Provinsi Kaltim untuk membuka ruang dialog antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan masyarakat yang terdampak langsung. Partisipasi publik, katanya, adalah kunci legitimasi sosial dalam kebijakan pemekaran wilayah.
“Kalau ingin inklusif dan berkelanjutan, prosesnya harus transparan dan melibatkan semua pihak sejak awal,” tambahnya.
Lebih jauh, Agus menekankan bahwa perjuangan untuk pemekaran Sangkulirang Seberang adalah bagian dari agenda besar membangun Kaltim yang adil dan setara.
Ia mengingatkan bahwa RPJMD bukan sekadar dokumen formal, tetapi harus menjadi instrumen nyata untuk memastikan tidak ada lagi daerah yang tersisih dari arus pembangunan.
“Jangan biarkan pembangunan berhenti di pinggir jalan poros. Harus masuk ke tepi sungai, ke pedalaman, ke desa-desa tua yang selama ini dilupakan. Di situlah esensi membangun manusia Kalimantan Timur,” pungkasnya.(ADV)