Eksistensi.id, Samarinda – Di balik turunnya angka pengangguran di Kalimantan Timur (Kaltim), Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Agusriansyah Ridwan menyoroti ancaman ketimpangan struktural ketenagakerjaan akibat dominasi sektor pertambangan dan konstruksi yang belum tergantikan oleh sektor-sektor produktif lainnya.
Menurutnya, capaian penurunan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari 6,81 persen (2021) menjadi 5,33 persen (Februari 2025) patut diapresiasi, namun tidak boleh menutup mata terhadap rapuhnya fondasi ketenagakerjaan Kaltim.
“Kalau lapangan kerja kita masih bergantung pada sektor ekstraktif seperti tambang, maka ini bukan kemajuan yang berkelanjutan. Kita harus waspada terhadap jebakan ekonomi jangka pendek,” ujar Agusriansyah, Minggu (13/7/25).
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, dalam empat tahun terakhir, sektor tambang menyerap tambahan 46.002 pekerja. Namun sektor lain seperti pertanian, industri kreatif, teknologi digital, dan ekonomi lokal masih tertatih mengejar ketertinggalan.
Agusriansyah menekankan perlunya segera membangun ekosistem ekonomi alternatif yang lebih inovatif, ramah lingkungan, dan selaras dengan aspirasi generasi muda Kaltim.
“Potensi pemuda kita besar. Tapi kalau tidak diberi akses pelatihan yang sesuai dengan era digital dan industri kreatif, kita akan terus mengulang ketergantungan yang sama,” jelasnya.
Ia juga menyarankan agar pemerintah mulai mendesain intervensi pelatihan berbasis pemetaan minat generasi muda, bukan sekadar mengikuti tren sesaat atau proyek anggaran rutin.
“Banyak pelatihan yang tak terpakai karena tidak relevan. Kalau sejak awal minat dan kebutuhan industri sudah dipetakan, pelatihan bisa jadi solusi nyata, bukan sekadar formalitas,” lanjut politisi PKS itu.
Tak kalah penting, Agusriansyah mengingatkan lemahnya keterkaitan antara dunia pendidikan dan kebutuhan industri lokal. Menurutnya, kurikulum pendidikan vokasi di Kaltim belum cukup adaptif terhadap perubahan arah pembangunan daerah.
“Kalau pendidikan jalan sendiri, industri juga jalan sendiri, ya sulit ketemu. Harus ada harmonisasi. Lulusan harus disiapkan bukan hanya untuk kerja, tapi juga menciptakan pekerjaan,” tegasnya.
Sebagai langkah strategis, ia mendorong pembentukan peta jalan ketenagakerjaan daerah berbasis riset, dengan melibatkan pemerintah, legislatif, akademisi, dan pelaku industri secara kolaboratif.
“Kita perlu merancang arah ketenagakerjaan masa depan Kaltim, bukan hanya untuk menurunkan pengangguran hari ini, tapi menciptakan struktur ekonomi baru yang tahan terhadap perubahan,” pungkasnya.(ADV)