Eksistensi.id, Samarinda – Program Wi-Fi gratis di desa-desa Kalimantan Timur (Kaltim) mendapat dukungan luas dari publik. Namun, Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriansyah Ridwan, memberi catatan penting: program ini tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan ketersediaan listrik yang memadai.
Politikus PKS itu menegaskan, akses internet tanpa pasokan listrik yang stabil ibarat membangun rumah tanpa pondasi. Dalam banyak kasus, desa-desa yang menjadi target program justru belum seluruhnya menikmati layanan PLN.
“Internet gratis itu penting, tapi kalau listriknya tidak ada atau tidak stabil, ya sama saja. Skemanya harus benar-benar matang,” kata Agusriansyah, Senin (30/6/25).
Program Wi-Fi gratis merupakan bagian dari “Gratispol”, paket kebijakan 100 hari kerja Gubernur Kaltim Rudi Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji. Dari total 841 desa yang disasar, sebagian besar berada di kawasan dengan keterbatasan infrastruktur dasar, termasuk jaringan listrik.
Agusriansyah menyebut, Pemprov Kaltim perlu mengantisipasi kendala teknis sejak awal, agar inisiatif besar ini tidak mandek di tengah jalan. Salah satu opsinya adalah mendorong penggunaan pembangkit listrik tenaga surya di desa-desa yang belum dijangkau jaringan PLN.
“Kalau daerah itu belum dialiri listrik PLN, maka harus ada solusi. Apakah solar panel, hybrid, atau bentuk energi mandiri lainnya. Ini bagian dari tanggung jawab kita bersama,” tegasnya.
Tak hanya soal listrik, Agusriansyah juga menekankan pentingnya kerja sama lintas level pemerintahan. Ia mendorong adanya sinergi antara Pemprov dan pemerintah kabupaten/kota agar program tidak sekadar berhenti di tataran seremonial.
“Pemprov tidak bisa bekerja sendiri. Pemerintah daerah harus ikut memastikan kesiapan lokasi, sumber daya, dan kebutuhan teknis lainnya,” imbuhnya.
Sementara itu, dari sisi masyarakat, harapan terhadap program Wi-Fi gratis sangat besar. Akses internet dipandang sebagai pintu untuk mempercepat kemajuan desa—dari pendidikan daring, informasi pertanian, hingga pemasaran produk UMKM secara digital.
Namun bagi Agusriansyah, semua itu tidak akan berjalan tanpa fondasi infrastruktur yang kokoh. Ia berharap, pelaksanaan program Gratispol tidak hanya mengejar kuantitas, tapi juga menjamin kualitas dan keberlanjutan.
“Jangan sampai masyarakat sudah menunggu, sudah berharap, tapi pas giliran mau dipakai Wi-Fi-nya nyala, listriknya padam,” tuturnya.
Program internet desa adalah satu dari enam layanan unggulan dalam paket Gratispol, selain pendidikan gratis hingga S3, kesehatan tanpa biaya, hingga seragam dan kepemilikan rumah tanpa pungutan. Namun, keberhasilannya akan sangat ditentukan oleh kesiapan infrastruktur di daerah-daerah tertinggal.
Agusriansyah berharap, implementasi program ini tidak hanya menghubungkan desa dengan dunia digital, tetapi juga menjadi tonggak baru dalam pemerataan pembangunan yang berkeadilan di Kalimantan Timur.(ADV)