Eksistensi.id, Samarinda – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Andi Satya Adi Saputra, mengingatkan pemerintah agar segera mengambil langkah strategis mengatasi krisis distribusi tenaga kesehatan (nakes) yang kian mengkhawatirkan.
Ia menyebut ketimpangan ketersediaan nakes di berbagai wilayah sebagai ancaman serius terhadap layanan dasar masyarakat.
“Kalau dibiarkan terus begini, bukan hanya pelayanan terganggu, tapi bisa jadi krisis kesehatan yang berkepanjangan,” ujar Andi Satya.
Menurutnya, dari total kebutuhan sekitar 4.000 tenaga medis di Kaltim, baru sekitar 50 persen yang terpenuhi. Kekurangan paling parah terjadi di wilayah pedesaan dan kawasan 3T (tertinggal, terdepan, terluar), di mana banyak puskesmas tidak mampu beroperasi secara penuh karena kekosongan SDM.
“Banyak warga di pelosok harus menempuh jarak jauh hanya untuk mendapat layanan kesehatan dasar. Ini ironi, ketika pembangunan infrastruktur untuk IKN begitu gencar, tapi fondasi pelayanan masyarakat justru timpang,” tegasnya.
Menjawab persoalan tersebut, Andi mendorong adanya intervensi kebijakan yang lebih progresif. Salah satunya adalah optimalisasi layanan telemedicine, sebagai solusi sementara yang dinilai relevan di tengah perkembangan teknologi.
“Dengan internet yang kini lebih stabil di berbagai daerah, telemedicine bisa jadi jembatan layanan, khususnya untuk daerah-daerah yang belum memiliki dokter tetap,” jelasnya.
Selain itu, ia mendorong skema kolaboratif antara pemerintah daerah dan perguruan tinggi, baik dari Kaltim maupun luar daerah, guna mempercepat penempatan tenaga medis ke wilayah yang membutuhkan.
Kemitraan ini, menurutnya, bisa mencakup program magang, penempatan PTT, hingga kerja sama pengabdian mahasiswa kesehatan.
“Langkah-langkah itu perlu kita dorong sebagai solusi jangka menengah. Kita tidak bisa bergantung pada jalur rekrutmen konvensional saja,” imbuhnya.
Lebih lanjut, legislator muda dari daerah pemilihan Samarinda ini juga menyarankan agar Pemprov Kaltim menggulirkan beasiswa ikatan dinas di bidang kesehatan. Namun ia menekankan, program tersebut harus disertai kontrak pengabdian kembali ke daerah.
“Anak-anak lokal yang dididik lewat beasiswa daerah harus punya komitmen mengabdi kembali ke kampung halamannya. Dengan begitu, distribusi tenaga kesehatan bisa lebih merata dan berkelanjutan,” pungkasnya.(ADV)