Eksistensi.id, Samarinda – Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Baba, melayangkan kritik keras terhadap lemahnya sistem perlindungan anak di Kaltim, menyusul maraknya keberadaan anak punk di sejumlah titik jalanan Kota Balikpapan.
Ia menyebut fenomena ini sebagai alarm sosial yang menandakan kegagalan sistemik negara melindungi kelompok rentan.
“Kalau kondisi ini terus dibiarkan, kita akan kehilangan arah dalam membina dan melindungi generasi muda. Ini bukan cuma soal penertiban, ini tentang masa depan anak-anak kita,” tegasnya.
Menurutnya, anak-anak yang hidup di jalan dalam situasi subkultur punk sangat rentan menjadi korban kekerasan, eksploitasi, hingga kriminalisasi.
Ia menekankan pentingnya intervensi lintas sektor dan mendorong pembentukan tim khusus yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
“Kita perlu membentuk tim lintas sektor yang konkret—bukan hanya dinas dan KPAD, tapi juga kepolisian, tokoh masyarakat, hingga psikolog anak,” usulnya.
Lebih lanjut, Baba juga menyoroti minimnya kapasitas kelembagaan KPAD Kaltim, yang hanya diperkuat tujuh personel aktif. Menurutnya, angka ini jauh dari ideal untuk menangani berbagai persoalan anak di seluruh provinsi.
“Cuma tujuh orang untuk se-Kalimantan Timur? Itu tidak masuk akal, apalagi kasus-kasus makin kompleks dan masif,” kritiknya.
Ia juga menilai bahwa anggaran perlindungan anak saat ini masih jauh dari memadai. Baba mendorong adanya penambahan dana operasional untuk KPAD, agar lembaga ini bisa menjalankan fungsi edukasi, advokasi, hingga penjangkauan ke daerah-daerah yang rawan.
DPRD, kata Baba, siap mendorong penguatan KPAD lewat dukungan regulasi dan anggaran, selama ada komitmen serius untuk memperbaiki kinerja dan respons lapangan.
“Kita tidak mau KPAD hanya jadi lembaga formalitas. Harus aktif, proaktif, dan punya peta kerja yang jelas. Jangan cuma tunggu laporan, tapi jemput masalah di lapangan,” tuturnya.
Ia juga mewanti-wanti agar program perlindungan anak tidak berhenti di atas kertas atau sebatas rutinitas tahunan.
Menurutnya, kota-kota besar seperti Balikpapan membutuhkan pendekatan khusus karena tekanan sosial di wilayah urban jauh lebih kompleks.
“Ini saatnya semua pihak duduk bersama, karena ini bukan sekadar fenomena anak punk. Ini cerminan bahwa negara belum hadir cukup kuat di kehidupan anak-anak jalanan,” pungkas Baba.(ADV)