Eksistensi.id, Samarinda – Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar, mendorong agar setiap pembangunan kawasan perumahan khususnya di wilayah berbukit mengikuti pendekatan sistem drainase yang terpadu dan berorientasi jangka panjang.
Hal ini menyusul laporan warga terkait aliran lumpur dari proyek Perumahan Bukit Mediterania yang masuk ke lingkungan permukiman saat hujan deras.
Menurut Deni, kasus tersebut menjadi pengingat bahwa pembangunan kawasan hunian harus memprioritaskan infrastruktur pengendalian air sejak tahap perencanaan.
“Pembangunan bukan hanya soal rumah dan jalan, tapi juga kesiapan sistem drainase dan kolam retensi yang bisa menampung limpasan air. Ini penting, apalagi di Samarinda yang kontur lahannya berbukit,” ujar Deni.
Ia menekankan bahwa sistem pengendalian air, seperti kolam retensi, bukan hanya untuk mematuhi aturan teknis, melainkan menjadi penentu keberlanjutan kawasan. Ketiadaan sistem ini bisa berdampak langsung pada lingkungan di sekitar kawasan dan menambah beban drainase kota.
“Prinsipnya bukan menahan air, tapi mengatur alirannya agar tidak menimbulkan genangan atau kerusakan di permukiman yang berada di bawahnya,” jelasnya.
Deni juga mengajak dinas-dinas teknis seperti PUPR, DLH, dan Perkim untuk mengawal proses perizinan dan verifikasi dokumen teknis secara menyeluruh, terutama terkait rencana pengelolaan lingkungan yang diajukan oleh pengembang.
“Kolam retensi itu bukan formalitas di gambar teknis. Fungsinya vital, harus betul-betul dipastikan dibangun dan bisa berfungsi sesuai desain,” tegasnya.
Ia menyebut, pendekatan drainase berbasis kawasan dan kolaborasi antara pengembang, pemerintah, serta masyarakat, akan lebih efektif mencegah banjir lokal yang kerap muncul akibat pembangunan yang tidak terintegrasi.
“Kita harus mulai melihat drainase sebagai satu sistem, bukan sekadar saluran per rumah. Dengan begitu, setiap pembangunan bisa berkontribusi pada pengurangan risiko banjir, bukan justru menambahnya,” pungkas Deni.(ADV)