Eksistensi.id, Samarinda — Skema penyaluran bantuan sosial di Samarinda kembali menjadi sorotan. Bukan soal jumlahnya, tapi cara distribusinya yang dinilai belum mampu menjangkau seluruh warga secara merata. Situasi ini dinilai berpotensi menciptakan ketegangan sosial di masyarakat.
Anggota Komisi I DPRD Kota Samarinda, Adnan Faridhan, menegaskan bahwa pola distribusi bantuan dari pemerintah, baik melalui camat, lurah, hingga RT, masih kerap menuai keluhan warga karena dianggap tidak adil.
Dalam beberapa kasus, bantuan seperti susu dan telur hanya diterima oleh sebagian kecil warga, sementara yang lain tak kebagian sama sekali.
“Banyak warga yang mengeluhkan soal bantuan yang tidak merata. Ini menyebabkan konflik sosial, ada rasa iri karena pembagian yang tidak menyentuh semua kepala keluarga,” ungkap Adnan, Senin (23/6/25).
Fenomena ini menurutnya bukan semata soal teknis penyaluran, melainkan juga menyangkut kepekaan dan pendekatan distribusi yang digunakan.
Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan pola penyaluran kolektif yang lebih inklusif—salah satunya dengan mendirikan dapur umum di tingkat kelurahan atau kecamatan saat terjadi bencana atau situasi darurat.
“Kalau bantuannya tidak cukup untuk dibagi per KK, solusinya adalah melalui dapur umum. Jadi semua warga bisa merasakan manfaat secara merata tanpa harus memicu iri-irian antarwarga,” tegasnya.
Adnan menambahkan bahwa pemerintah kota sebenarnya memiliki perangkat pelaksana seperti BPBD dan Dinas Sosial, yang bisa dimaksimalkan.
Namun demikian, ia menilai keterlibatan struktur paling bawah seperti RT dan lurah sangat krusial dalam menentukan siapa yang benar-benar terdampak dan berhak menerima bantuan.
“RT bisa membuat daftar warganya yang terdampak, sementara teknis distribusinya tetap menjadi domain Dinas Sosial. Tapi pendekatannya harus kolektif, dan dapur umum bisa menjembatani hal itu,” jelasnya.
Lebih dari sekadar solusi teknis, ia menilai pendekatan ini penting untuk menjaga solidaritas sosial di tengah masyarakat, terutama di masa-masa krisis. Model distribusi yang terbuka dan menyeluruh diyakini akan lebih diterima oleh publik karena memperlihatkan keberpihakan yang setara.
“DPRD berharap ke depan, arah kebijakan bantuan sosial tidak lagi bersifat parsial. Kita dorong agar pola seperti dapur umum bisa dijadikan standar agar semua warga merasa dilibatkan dan diperhatikan,” tutup Adnan.(ADV)