Eksistensi. id, Samarinda — Di tengah pembangunan fasilitas olahraga golf berteknologi tinggi senilai Rp33 miliar di Kota Samarinda, Komisi III DPRD menegaskan bahwa keberlanjutan ekonomi proyek menjadi aspek krusial yang tidak boleh diabaikan.
Proyek Driving Range digital tersebut harus mampu memberikan kontribusi riil terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), bukan sekadar menjadi proyek mercusuar.
Ketua Komisi III DPRD Samarinda, Deni Hakim Anwar, menyoroti pentingnya profesionalisme dalam pengelolaan fasilitas agar nilai investasi yang besar tidak menjadi beban jangka panjang bagi keuangan daerah.
“Proyek ini punya potensi besar untuk dikomersialkan, tapi harus jelas roadmap-nya. Jangan sampai setelah diresmikan malah mati suri dan jadi beban perawatan tanpa hasil balik ekonomi,” ujar Deni, Sabtu (12/7/25).
Dengan konsep digital modern yang disebut sebagai satu-satunya di Kalimantan, fasilitas ini mengalokasikan 45 persen nilai proyek untuk perangkat golf digital asal Korea Selatan.
Hal ini, menurut Deni, menunjukkan tingginya ekspektasi terhadap daya tarik dan kapasitas inovasi dari proyek tersebut.
Namun ia menegaskan, teknologi tinggi tidak menjamin keberhasilan tanpa dukungan tata kelola yang solid.
“Sebagus apa pun alatnya, kalau manajemen dan strategi bisnisnya lemah, ya tetap tidak jalan. Pemerintah harus serius membentuk pola pengelolaan yang profesional, entah lewat BUMD atau skema kerja sama,” paparnya.
Komisi III juga akan fokus mengawasi penggunaan anggaran selama pembangunan berlangsung.
Deni menyebut bahwa proyek ini dikerjakan oleh kontraktor berbeda dari proyek Sport Hub, sehingga pengawasan harus dilakukan secara independen dan transparan.
“Kami akan pastikan penggunaan anggarannya tepat, tidak tumpang tindih, dan hasilnya benar-benar memberi manfaat untuk warga Samarinda,” tegasnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa pembangunan infrastruktur olahraga semestinya tidak hanya dilihat dari sisi fisik, tetapi juga dari seberapa jauh fasilitas tersebut bisa diakses publik dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
“Jangan sampai fasilitas ini hanya dinikmati segelintir orang. Harus bisa menjadi ruang olahraga, rekreasi, bahkan pelatihan atletik yang menjangkau berbagai kalangan,” tutup Deni.(ADV)