Eksistensi.id, Samarinda — Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Salehuddin, menyoroti lemahnya penegakan aturan terhadap penggunaan jalan umum oleh kendaraan tambang dan perkebunan.
Ia menegaskan perlunya percepatan penertiban jalan hauling serta pengawasan terhadap angkutan over-dimension over-load (ODOL) yang selama ini menjadi biang kerusakan jalan.
“Kalau aturan sudah ada tapi tidak ditegakkan, sama saja membiarkan aset negara rusak terus-menerus. Jalan umum dibangun untuk rakyat, bukan untuk kendaraan tambang dan sawit,” ujar Salehuddin, Rabu (25/6/25).
Ia mengingatkan bahwa Perda Kaltim tentang jalan hauling dan penggunaan jalan umum oleh angkutan berat sudah lama disahkan, namun implementasinya mandek karena lemahnya komitmen dari pemerintah sebelumnya dan kurangnya pengawasan di lapangan.
Menurutnya, seharusnya setiap perusahaan wajib membangun jalan khusus, bukan memanfaatkan jalan publik untuk operasional. Hal ini tidak hanya menyangkut kerugian negara, tetapi juga membahayakan keselamatan masyarakat.
“Sudah jelas dalam aturan perusahaan tambang dan sawit harus punya hauling sendiri. Tapi banyak yang masih pakai jalan umum. Ini jelas pelanggaran,” tegas politisi Golkar itu.
Salehuddin juga mengungkap bahwa kerusakan jalan di Kaltim mencapai lebih dari 40 persen disebabkan oleh aktivitas angkutan yang melebihi kapasitas. Beberapa ruas bahkan terus-menerus diperbaiki dalam lima tahun terakhir karena kerusakan berulang.
Ia menambahkan, DPRD Kaltim bersama pemerintah provinsi kini mendorong pendekatan dialog dengan para pelaku usaha, agar kepentingan pembangunan ekonomi tidak mengorbankan fasilitas publik yang seharusnya dijaga bersama.
“Forum dialog itu penting, tapi ujungnya tetap penegakan. Jangan lagi perda hanya jadi formalitas. Kita harus pastikan keadilan: pengusaha untung, tapi rakyat jangan rugi,” tegasnya.
Salah satu solusi yang tengah diwacanakan, lanjut Salehuddin, adalah penyusunan peta hauling terintegrasi, serta percepatan pembangunan jalan khusus tambang dan perkebunan tanpa membebani APBD.
“Kalau izin jalan hauling bisa dipercepat, atau perusahaan bangun jalan khusus sendiri, semua akan lebih tertib. APBD kita juga tidak habis untuk perbaikan jalan terus,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa evaluasi terhadap Perda Nomor 10 Tahun 2012 kini menjadi prioritas DPRD, untuk memastikan pengaturan angkutan bermuatan besar berjalan efektif di lapangan.
“Kita bicara soal keberlanjutan infrastruktur. Kalau dibiarkan, rakyat juga yang rugi akses jalan terganggu, ekonomi lokal melambat, biaya pemeliharaan jalan membengkak,” pungkasnya.(ADV)