Eksistensi.id, Samarinda — Program nasional Pemberian Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto berpotensi mengalami kendala serius di lapangan.
Meski pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terus digenjot, belum meratanya ketersediaan tenaga Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) membuat pelaksanaan layanan dapur gizi terhambat.
Hal itu disampaikan Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Muhammad Darlis Pattalongi. Ia menegaskan, tidak akan ada pelayanan gizi yang efektif tanpa kehadiran personel SPPI yang memadai di setiap unit SPPG.
“Dapur gizi tidak akan bisa beroperasi tanpa SPPI. Mereka yang menjalankan operasional, memastikan kualitas gizi, dan juga mengelola laporan. Ini elemen krusial, bukan pendukung pelengkap,” ujar Darlis, Rabu (23/7/25).
Darlis mengapresiasi langkah Badan Gizi Nasional (BGN) yang merekrut puluhan ribu sarjana dan melatih mereka di Universitas Pertahanan (Unhan).
Namun ia mengingatkan, kecepatan pelatihan dan distribusi SPPI ke daerah akan sangat menentukan keberhasilan program MBG secara keseluruhan.
Menurutnya, pembangunan satu unit dapur gizi membutuhkan investasi besar, namun akan sia-sia jika tidak diimbangi dengan kesiapan tenaga pengelolanya.
“Saya dapat informasi, biaya satu dapur bisa mencapai Rp800 juta hanya untuk peralatan, belum termasuk gedung. Tapi kalau tidak ada SPPI yang bertugas, itu semua hanya jadi aset tidur,” jelas legislator dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Ia menjelaskan, setiap unit SPPG minimal membutuhkan tiga peran kunci dalam struktur SPPI yaitu kepala satuan, ahli gizi, dan akuntan. Tanpa ketiganya, dapur gizi tak dapat berjalan sesuai standar dan tidak akan mampu memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
“Banyak yang sudah bangun dapur, investasinya sudah jalan, tapi kegiatan belum bisa dimulai karena SPPI belum tersedia. Ini ironi yang harus segera diatasi,” imbuhnya.
Darlis pun menyerukan agar BGN menyusun strategi percepatan distribusi tenaga SPPI ke seluruh wilayah, terutama di luar Pulau Jawa.
Ia menegaskan bahwa keberhasilan program MBG bukan hanya soal infrastruktur, tapi tentang keterpaduan antara fisik, SDM, dan sistem layanan.
“Kalau kita ingin program ini berdampak luas, maka bukan jumlah dapur yang jadi tolak ukur, tapi seberapa banyak yang benar-benar beroperasi dan memberi manfaat langsung. Kuncinya ada pada SDM,” pungkasnya.(ADV)
Penulis : Nurfa | Editor : Redaksi