Eksistensi.id, Samarinda— Anggota Komisi I DPRD Kota Samarinda, Adnan Faridhan, mengingatkan pentingnya literasi digital untuk menghadapi semakin masifnya fenomena buzzer di media sosial yang dinilai berpotensi mengancam kebebasan berekspresi dan menggerogoti demokrasi.
Adnan menilai, ketika buzzer digunakan untuk menyerang pribadi atau kelompok yang menyuarakan kritik, hal ini menandakan adanya ancaman terhadap kebebasan berbicara.
“Jika kritik dihentikan dengan cara seperti ini, maka secara perlahan kebebasan berpendapat di masyarakat akan terkikis,” ujar Adnan.
Ia menekankan bahwa dalam sebuah negara demokrasi, ruang untuk kritik dan diskusi terbuka seharusnya dijamin, namun kehadiran buzzer justru mengubah makna kritik menjadi ancaman.
“Salah satu pilar utama demokrasi adalah kebebasan berpendapat. Ketika kritik dibungkam, pemerintah menjadi lebih rentan terhadap kekuatan yang anti-kritik,” jelasnya.
Adnan mengingatkan bahwa kritik bukanlah bentuk perlawanan, melainkan bagian dari mekanisme pengawasan dalam sistem demokrasi untuk memastikan kebijakan pemerintah berpihak kepada rakyat.
Ia juga menambahkan, jika pemerintah yakin kebijakannya tidak melanggar, seharusnya tidak ada alasan untuk takut terhadap kritik yang disampaikan secara terbuka.
Namun, Adnan juga mengakui bahwa mengendalikan buzzer bukanlah hal yang mudah, mengingat peran kuat media sosial dalam menyebarkan informasi dan propaganda.
“Buzzer tidak hanya menyerang individu atau kebijakan tertentu, tetapi juga melakukan serangan secara terstruktur dan sistematis untuk mengendalikan persepsi publik,” ujar Adnan.
Menurutnya, rendahnya tingkat literasi digital di kalangan masyarakat menjadi faktor yang memperburuk keadaan ini. Untuk itu, Adnan mengajak masyarakat untuk lebih berhati-hati dan tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang menyesatkan.
“Kita harus membangun kesadaran digital agar tidak menjadi korban dari permainan opini yang tidak bertanggung jawab,” ungkapnya.
Ia juga mendesak pemerintah untuk tidak tinggal diam. Pemerintah, menurut Adnan, seharusnya menjadi contoh dengan membuka ruang dialog yang sehat dan inklusif, bukan membiarkan buzzer merusak demokrasi.
“Pemerintah harus mengambil langkah konkret untuk menindak praktik buzzer yang merusak ruang demokrasi,” tegasnya.
Adnan menutup pernyataannya dengan meminta aparat penegak hukum untuk bertindak adil dalam menangani penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan fitnah di media sosial. Ia menegaskan,
“Jangan sampai mereka yang menyampaikan kritik dengan cara yang sehat malah dikriminalisasi,” pungkasnya.(adv/nurfa)