Eksistensi.id, Samarinda — Isu pendidikan gratis 12 tahun kembali menjadi sorotan usai munculnya dorongan implementasi kebijakan tersebut secara nasional. Di tengah euforia kebijakan populis ini, Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Fadly Imawan, mengingatkan agar negara tetap mempertimbangkan peran dan keberlanjutan lembaga pendidikan swasta.
Menurut Fadly, semangat pemerataan akses pendidikan memang patut diapresiasi, namun pelaksanaannya tidak bisa dilepaskan dari realitas fiskal dan struktur pendidikan yang telah ada.
Ia menilai, menjamin pendidikan gratis dari SD hingga SMA memang ideal, tetapi implementasinya harus realistis dan tidak berdampak negatif terhadap keberagaman penyelenggara pendidikan.
“Prinsipnya kita mendukung akses pendidikan yang lebih luas dan terjangkau. Tapi jangan sampai antusiasme terhadap pendidikan gratis justru meminggirkan institusi swasta yang selama ini turut menjaga kualitas pendidikan nasional,” jelas Fadly, Senin (30/6/25).
Ia juga menyoroti soal kesiapan anggaran, baik di tingkat pusat maupun daerah. Menurutnya, jika beban pembiayaan ini dialihkan ke pemerintah daerah tanpa dukungan yang memadai, justru bisa mengganggu kestabilan fiskal daerah.
“Bukan soal niat, tapi soal daya dukung anggaran. Di Kaltim, kita punya kemampuan fiskal lebih baik. Tapi bagaimana dengan provinsi lain? Belum tentu bisa menanggung,” tegasnya.
Tak hanya itu, Fadly menilai bahwa peran swasta dalam ekosistem pendidikan tidak bisa dikesampingkan. Keberadaan sekolah swasta, menurutnya, telah memberikan kontribusi signifikan bagi peningkatan kualitas pendidikan, serta menjadi alternatif pilihan bagi masyarakat.
“Banyak orang tua yang tetap memilih sekolah swasta karena kualitas, lingkungan belajar, atau kurikulum yang lebih sesuai. Ini perlu dihargai. Pendidikan tidak bisa dipaksakan seragam karena kebutuhan tiap keluarga berbeda,” ujarnya.
Ia menekankan, apabila seluruh beban pendidikan dialihkan ke negara tanpa perencanaan matang, maka risiko penurunan mutu bisa terjadi, khususnya jika aspek pemerataan justru mengorbankan kualitas.
Fadly menutup pernyataannya dengan ajakan agar kebijakan pendidikan nasional ke depan dirancang secara inklusif. Pemerintah, kata dia, wajib menjamin pendidikan dasar sebagai hak warga, namun juga tetap membuka ruang kemitraan strategis dengan sektor swasta.
“Kita perlu pendekatan yang bijak. Negara hadir menjamin hak pendidikan, tapi kolaborasi dengan swasta harus tetap dijaga agar sistem pendidikan kita tetap sehat dan kompetitif,” pungkasnya.(ADV)