Eksistensi.id, Samarinda – Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Firnadi Ikhsan, mengingatkan pentingnya menempatkan integritas dan kepercayaan publik sebagai syarat utama dalam proses seleksi calon direksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Ia menilai pengelolaan aset publik tidak bisa diserahkan kepada figur yang memiliki rekam jejak kontroversial.
“BUMD bukan sekadar perusahaan. Ini soal kepercayaan publik terhadap bagaimana aset daerah dikelola. Maka yang memimpin juga harus orang yang bisa dipercaya, bukan yang punya catatan kelam,” tegas Firnadi, Selasa (15/7/25).
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul mencuatnya nama I Gusti Ngurah Askhara, eks Direktur Utama Garuda Indonesia yang diberhentikan akibat kasus penyelundupan barang mewah pada 2019.
Nama Askhara tercantum dalam 82 pelamar yang lolos seleksi administratif calon direksi di lingkungan BUMD Kaltim, tepatnya untuk posisi strategis di PT Migas Mandiri Pertama (MMP).
Firnadi mempertanyakan bagaimana seorang mantan pejabat yang pernah tersandung kasus integritas bisa kembali masuk dalam proses seleksi BUMD yang mengelola kepentingan publik. Ia menilai hal ini dapat merusak persepsi masyarakat terhadap kredibilitas seleksi yang berlangsung.
“Seleksi administratif memang penting, tapi jangan hanya normatif. Rekam jejak dan persepsi publik terhadap kandidat juga tidak kalah pentingnya. Kita tidak bisa abaikan suara masyarakat dalam proses seperti ini,” jelasnya.
Ia mencontohkan bahwa dalam politik, seseorang yang punya catatan hukum bisa tetap mencalonkan diri jika syarat formal terpenuhi. Namun menurutnya, prinsip itu tidak bisa diadopsi mentah-mentah dalam dunia bisnis, apalagi dalam entitas yang mengelola kepentingan publik.
“Kalau di politik kita bicara hak konstitusional, tapi di dunia usaha, apalagi yang melibatkan uang dan aset negara, maka kepercayaan publik itu aset paling mahal,” tegas Firnadi.
Ia menekankan bahwa antusiasme terhadap posisi direksi di BUMD, khususnya PT MMP, harus diimbangi dengan proses seleksi yang transparan, akuntabel, dan berlandaskan etika profesional.
“Banyak yang tertarik karena potensi ekonominya besar. Tapi justru karena itu, prosesnya harus makin ketat. Kita harus cegah BUMD jadi tempat pelarian karier yang gagal atau bermasalah,” tuturnya.
Firnadi juga mengapresiasi keterlibatan publik dalam mengawasi proses seleksi ini. Ia menyebut hal tersebut sebagai sinyal bahwa masyarakat semakin peduli terhadap akuntabilitas tata kelola keuangan daerah.
“Saya ucapkan terima kasih kepada masyarakat yang ikut memantau. Partisipasi publik adalah alarm yang baik agar proses ini tetap berada di jalurnya,” ucapnya.
Ia pun berharap Panitia Seleksi (Pansel) dapat mengambil langkah tegas dan mempertimbangkan semua aspek, bukan hanya administrasi, tetapi juga rekam jejak, kapasitas manajerial, dan akseptabilitas publik.
“Kalau calon direksi punya beban reputasi, bagaimana mungkin publik percaya pada perusahaan yang dipimpinnya nanti? Kita butuh pemimpin yang profesional sekaligus bersih secara moral,” pungkasnya.(ADV)