Eksistensi.id, Samarinda — Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Guntur, secara tegas menyuarakan penolakannya terhadap praktik penggunaan jalan umum oleh truk tambang dan angkutan sawit.
Menurutnya, jalan yang dibangun dengan dana publik seharusnya digunakan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk menunjang aktivitas bisnis perusahaan besar.
“Saya sangat mendukung sikap Pak Gubernur. Jalan umum itu milik rakyat, bukan fasilitas gratis bagi tambang atau sawit. Kalau mau usaha, bangun jalan sendiri!” tegas Guntur, Senin (23/6/25).
Ia menyoroti maraknya truk over dimension over loading (ODOL) yang melintas di jalan kabupaten dan provinsi, menyebabkan kerusakan parah dan meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas, terutama di daerah padat aktivitas hauling seperti Kutai Kartanegara, Kutai Timur, dan Berau.
“Kondisi jalan yang rusak parah, berlubang, dan licin itu bukan tanpa sebab. Kita tahu penyebab utamanya adalah kendaraan tambang yang tak sesuai kapasitas jalan. Ini merugikan masyarakat secara langsung,” ujarnya.
Guntur juga mengingatkan bahwa regulasi sebenarnya sudah sangat jelas. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba mewajibkan perusahaan pertambangan untuk membangun prasarana pendukung sendiri, termasuk jalan khusus untuk angkutan hasil tambang mereka.
“UU Minerba itu sudah terang benderang: tidak boleh pakai jalan umum. Kalau pemerintah daerah atau provinsi masih membiarkan, artinya mereka ikut andil dalam membiarkan pelanggaran ini terus terjadi,” tegasnya
Menurutnya, penegakan hukum tidak boleh hanya berhenti di peringatan atau surat teguran. Pemerintah harus berani menjatuhkan sanksi administratif bahkan penghentian sementara operasi terhadap perusahaan yang membandel.
“Kalau tidak ada efek jera, maka perusahaan akan terus mengulang. Sementara masyarakat yang harus menanggung dampaknya setiap hari. Ini soal keberpihakan negara tak boleh kalah oleh kepentingan korporasi,” ujarnya.
Ia juga mendorong Pemprov Kaltim untuk membangun kerja sama lintas sektor dalam pengawasan angkutan tambang dan sawit, melibatkan Dishub, Dinas ESDM, hingga aparat kepolisian, agar kebijakan pelarangan tidak hanya menjadi wacana.
Guntur menegaskan bahwa infrastruktur publik dibiayai dari uang rakyat. Oleh karena itu, penggunaannya pun harus mengutamakan kepentingan rakyat, bukan dibebani oleh aktivitas bisnis yang memiliki kapasitas untuk membangun jalurnya sendiri.
“Keadilan sosial itu salah satunya tercermin dari bagaimana kita melindungi fasilitas publik. Jangan sampai rakyat yang sudah bayar pajak, malah harus ganti rugi jalan rusak akibat truk tambang,” tutupnya.(ADV)