Eksistensi.id, Samarinda — Munculnya keluhan orang tua siswa terkait kewajiban membeli buku di sekolah negeri menandakan ancaman yang lebih besar lunturnya kepercayaan publik terhadap kebijakan pendidikan gratis yang selama ini digadang-gadang oleh Pemerintah Kota Samarinda.
Hal ini menjadi sorotan Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Ismail Latisi, yang menilai pengawasan masih terlalu lemah di lapangan.
“Kalau sekolah masih mewajibkan pembelian buku atau LKS, ini bukan hanya soal pelanggaran teknis. Ini soal rusaknya kepercayaan masyarakat terhadap komitmen pemerintah,” kata Ismail, Sabtu (28/6/2026).
Kebijakan sekolah gratis yang ditegaskan melalui surat edaran Wali Kota Andi Harun seharusnya menjadi jaminan bahwa tidak ada lagi pungutan, baik terselubung maupun terang-terangan, di sekolah negeri. Namun kenyataan di lapangan, menurut Ismail, masih jauh dari ideal.
Ia menilai, kegagalan memastikan pelaksanaan di tingkat sekolah akan membuat masyarakat kembali skeptis. Padahal, menurutnya, pendidikan gratis bukan hanya program populis, tapi bagian dari amanat konstitusi yang menempatkan akses pendidikan sebagai hak dasar setiap warga negara.
“Jika kebijakan ini tidak diawasi secara serius, masyarakat akan menganggap semua janji pemerintah hanya basa-basi. Ini bisa merusak legitimasi kebijakan,” tegasnya.
Ismail mendesak Dinas Pendidikan Samarinda untuk tidak pasif. Menurutnya, laporan dari masyarakat harus ditindaklanjuti dengan langkah konkret investigasi, evaluasi, dan jika perlu, sanksi bagi pihak sekolah yang melanggar.
“Inspeksi ke sekolah harus dilakukan. Jangan hanya mengandalkan surat edaran. Pemerintah harus hadir di lapangan,” ujarnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan preventif dengan memperkuat sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan, termasuk guru, kepala sekolah, dan orang tua siswa. Hal ini dinilainya penting untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman atau praktik lama yang kembali terjadi secara diam-diam.
“Edaran wali kota jangan berhenti di kepala sekolah. Harus disampaikan secara luas, termasuk lewat forum orang tua dan media sosial sekolah,” tambahnya.
Ismail menegaskan, jika kepercayaan publik terus terkikis karena kasus serupa dibiarkan berulang, maka program sekolah gratis hanya akan menjadi slogan kosong yang kehilangan makna.
“Ini bukan soal buku saja. Ini soal tanggung jawab pemerintah memastikan setiap anak mendapat pendidikan yang adil tanpa beban tersembunyi. DPRD akan awasi ini sampai ke akar,” pungkasnya.(ADV)