Eksistensi.id, Samarinda — Polemik dugaan pelanggaran etika yang menyeret dua legislator DPRD Kalimantan Timur, M. Darlis Pattalongi dan Andi Satya Adi Saputra, akhirnya menemukan titik akhir.
Badan Kehormatan (BK) DPRD Kaltim menegaskan bahwa keduanya tidak terbukti melakukan pelanggaran etika maupun tata tertib dewan.
Keputusan resmi yang diumumkan Senin (21/7/2025) ini sekaligus meredam kontroversi yang sempat ramai di publik pasca laporan DPD Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Kaltim dan Tim Advokasi Bubuhan Advokat Kaltim terkait insiden Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan RS Haji Darjad (RSHD) pada 29 April 2025.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, menyambut baik keputusan tersebut. Ia menegaskan bahwa tindakannya meminta kuasa hukum keluar dari forum RDP murni untuk menjaga mekanisme dewan.
“RDP itu forum resmi DPRD, bukan ruang persidangan hukum. Keputusan saya waktu itu demi menjaga agar forum tetap pada jalurnya, bukan bentuk pelecehan profesi advokat,” ujarnya, Jumat (1/8/25).
Andi juga mengapresiasi BK yang menurutnya telah bekerja secara profesional, transparan, dan tidak terpengaruh tekanan eksternal.
“Alhamdulillah, keputusan BK objektif. Ini membuktikan bahwa DPRD punya mekanisme internal yang sehat dalam menjaga marwah lembaga,” tegasnya.
Lebih jauh, ia mengajak semua pihak untuk tidak memperpanjang polemik. Menurutnya, energi politik sebaiknya diarahkan untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat ketimbang terseret dalam konflik kelembagaan.
“Kita harus tetap fokus pada tugas utama, yaitu menyuarakan kepentingan rakyat. Semoga keputusan ini bisa menjadi akhir dari perdebatan yang ada,” katanya.
Dengan keputusan BK ini, DPRD Kaltim menegaskan posisi lembaga legislatif sebagai ruang politik yang memiliki aturan main sendiri, tanpa intervensi pihak luar. Keputusan tersebut juga dianggap menjadi sinyal penting bahwa dinamika internal dewan tetap dikawal secara objektif, sekaligus menutup ruang spekulasi publik.(ADV)