Eksistensi.id, Samarinda — Di tengah ambisi Samarinda meraih predikat sebagai Kota Layak Anak (KLA), kritik mulai bermunculan terhadap masih minimnya fasilitas publik yang benar-benar inklusif, khususnya bagi anak-anak penyandang disabilitas.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Syahronny Pasie, menilai bahwa label KLA tidak boleh hanya menjadi simbol, melainkan harus diikuti dengan komitmen nyata yang dirasakan langsung oleh seluruh anak, tanpa kecuali.
Menurutnya, banyak taman dan ruang terbuka hijau (RTH) di Samarinda yang masih belum mengakomodasi kebutuhan anak-anak dengan keterbatasan fisik, sensorik, maupun intelektual.
Ia menyebut, fasilitas dasar seperti jalur landai, toilet ramah difabel, wahana bermain adaptif, hingga papan informasi braille masih belum tersedia secara merata.
“Masih banyak taman dan area publik kita yang belum ramah bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Kalau kita benar-benar serius ingin jadi Kota Layak Anak, maka inklusivitas itu wajib dijadikan prioritas, bukan pelengkap,” ujar Syahronny, Kamis (19/6/2025).
Ia mengkritik pola pembangunan ruang publik yang selama ini terlalu menitikberatkan pada tampilan fisik dan estetika, sementara aspek aksesibilitas bagi anak-anak difabel justru terabaikan. Padahal, prinsip utama dalam penilaian KLA adalah keadilan dan kesetaraan bagi semua kelompok anak.
“Taman yang indah tidak berarti apa-apa jika hanya bisa dinikmati sebagian anak. Prinsip KLA itu adalah keadilan dan kesetaraan,” tegasnya.
Mendorong perbaikan yang lebih menyeluruh, Syahronny mengusulkan agar Pemerintah Kota Samarinda melakukan evaluasi terhadap seluruh taman kota yang telah dibangun.
Ia menekankan pentingnya menilai sejauh mana ruang publik yang ada telah memenuhi lima klaster utama penilaian KLA, termasuk soal perlindungan, partisipasi, dan akses terhadap fasilitas ramah anak.
Tak berhenti sampai di situ, ia juga menekankan perlunya pendekatan partisipatif dalam perencanaan dan pengawasan.
Menurutnya, kelompok disabilitas, komunitas anak, serta organisasi masyarakat sipil seharusnya dilibatkan sejak awal agar kebijakan yang dihasilkan tidak bersifat simbolis semata.
“Bukan hal baru jika kota-kota lain sudah mulai menerapkan konsep taman inklusif. Samarinda tidak boleh tertinggal. Ini bukan hanya soal fisik bangunan, tapi soal komitmen moral dan politik terhadap kelompok yang selama ini kurang mendapat ruang,” jelasnya.
Komisi IV DPRD Samarinda, lanjut Syahronny, telah menetapkan isu inklusivitas taman sebagai salah satu perhatian utama dalam pembahasan anggaran ke depan. Ia menegaskan bahwa inklusi bukan opsi tambahan, tetapi bagian dari kewajiban konstitusional untuk melindungi hak-hak anak.
“Kami akan kawal agar ini masuk dalam prioritas pembahasan anggaran. Inklusivitas bukan opsional, melainkan bagian dari amanat konstitusi tentang perlindungan anak dan prinsip nondiskriminasi,” tutupnya.(ADV DPRD Samarinda)
Penulis : Nurfa | Editor: Redaksi