Eksistensi.id, Samarinda – Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Sarkowi V Zahry, menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi lingkungan hidup di provinsi ini yang kian mengkhawatirkan.
Ia menilai bahwa lemahnya penegakan hukum menjadi faktor utama rusaknya hutan dan terganggunya habitat satwa endemik, seperti Pesut Mahakam.
“Menurut saya yang paling penting sekarang adalah penegakan hukum. Selama ini kita terlalu lunak terhadap pelanggar lingkungan, akibatnya kerusakan terus terjadi dan terulang,” tegas Sarkowi, Senin (23/6/2025).
Ia menjelaskan, mekanisme sanksi yang tersedia seharusnya bisa dijalankan secara bertahap namun tegas mulai dari teguran administratif, paksaan pemerintah, hingga pencabutan izin. Bahkan, kata dia, jika pelanggaran terus berlanjut, tidak ada alasan untuk tidak membawa kasus tersebut ke ranah pidana atau perdata.
“Kalau terus diberi toleransi, ya hutan makin habis, lingkungan makin rusak. Kita perlu ketegasan, bukan sekadar imbauan,” tuturnya.
Sarkowi juga menyoroti nasib Pesut Mahakam yang kini berada di ambang kepunahan. Berdasarkan data dari WWF dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), populasi pesut di Sungai Mahakam hanya tersisa sekitar 60 hingga 80 ekor, dari yang dulunya mencapai ratusan.
“Bayangkan, dari sekitar 8.000 populasi global, kita cuma punya puluhan. Dan itu pun terancam karena habitatnya terganggu oleh aktivitas kapal besar, tongkang, dan kebisingan di sungai,” ujar Sarkowi.
Ia menegaskan bahwa peraturan perlindungan habitat pesut sebenarnya sudah ada. Namun, lemahnya pengawasan dan minimnya ketegasan penegak hukum membuat kebijakan itu tidak berjalan maksimal.
“Pesut itu makhluk sensitif. Kalau terus diganggu, dia bisa stres dan pergi dari habitat aslinya. Ini bukan cuma soal binatang, ini cermin dari krisis lingkungan yang nyata,” katanya.
Lebih lanjut, Sarkowi menyoroti laju deforestasi di Kalimantan Timur yang tergolong tinggi. Berdasarkan data KLHK tahun 2023, provinsi ini masuk dalam lima besar wilayah dengan tingkat kehilangan hutan tertinggi di Indonesia. Ekspansi sawit, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur disebut sebagai penyebab utama.
Ia menegaskan, Hari Lingkungan Hidup Sedunia seharusnya menjadi momentum perbaikan, bukan hanya acara seremonial tahunan.
“Kalau ada perusahaan yang terbukti merusak lingkungan, cabut izinnya. Jangan ragu. Jangan sampai kita tercatat sebagai generasi yang kehilangan hutan dan pesut hanya karena takut menindak,” pungkasnya.(ADV DPRD KALTIM)
Penulis : Nurfa | Editor: Redaksi