Eksistens.id.Samarinda— Tim kuasa hukum anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Kamaruddin Ibrahim, menegaskan bahwa perkara hukum yang menjerat kliennya dalam dugaan korupsi proyek pengadaan di PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk bukan merupakan tindak pidana, melainkan murni sengketa perdata antara dua entitas bisnis.
Dalam konferensi pers yang digelar di Samarinda, Kamis (22/5/2025), Ketua Tim Penasihat Hukum, Fatimah Asyari, menyampaikan secara rinci kronologi serta dasar hukum yang memperkuat klaim bahwa tuduhan terhadap Kamaruddin tidak berdasar secara pidana.
Perkara ini bermula dari proyek pengadaan beton ready mix untuk pembangunan Jalan Tol Balikpapan–Samarinda. Pada 29 November 2016, PT Fortuna Aneka Sarana Triguna menjalin kerja sama dengan PT Wijaya Karya Beton Tbk, dengan nilai kontrak sebesar Rp 101,5 miliar. Kesepakatan ini diperkuat dengan terbitnya surat perintah kerja pada 27 Januari 2017, yang kemudian disusul dengan perjanjian pengadaan barang.
Untuk mendukung pembiayaan proyek tersebut, PT Fortuna menjalin kerja sama pendanaan dengan PT Telkom Indonesia senilai Rp 17 miliar. Namun, dana yang direalisasikan hanya sebesar Rp 13,2 miliar, yang dicairkan dalam dua tahap: tahap pertama sebesar Rp 5,5 miliar dan tahap kedua sebesar Rp 7,7 miliar.
“Dari dana yang telah diterima, PT Fortuna telah mengembalikan Rp 4,05 miliar kepada PT Telkom melalui transfer bank. Sisa kewajiban sebesar Rp 9,2 miliar telah dijamin melalui agunan dan dituangkan dalam serangkaian dokumen hukum,” jelas Fatimah.
Pada 11 Desember 2019, PT Fortuna dan PT Telkom menandatangani akta kesepakatan yang memuat skema penyelesaian utang. Dalam perjanjian tersebut, PT Fortuna menyerahkan agunan berupa tanah, serta membuat sejumlah dokumen hukum tambahan lainnya.
“Dokumen-dokumen ini menunjukkan bahwa pihak PT Fortuna beritikad baik untuk menyelesaikan kewajiban secara sah dan formal. Karena itu, tidak ada unsur penipuan atau perbuatan melawan hukum secara pidana,” tegas Fatimah.
Fatimah juga menegaskan bahwa Kamaruddin tidak memiliki hubungan jabatan pada saat proyek berlangsung.
“Proyek ini terjadi pada 2016–2018, sedangkan Kamaruddin baru terpilih sebagai anggota DPRD Balikpapan pada Pemilu 2019. Jadi, tidak benar jika disebut ia menyalahgunakan jabatannya,” ujarnya.
Menurutnya, keberadaan Kamaruddin dalam struktur perusahaan tidak menjadikannya bertanggung jawab secara pidana, apalagi mengingat proyek tersebut didasari kontrak bisnis dan dilengkapi agunan serta pengembalian sebagian dana.
Kamaruddin Ibrahim saat ini ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta melalui Surat TAP-17/M.1/Fd.1/05/2025, dan telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang sejak 7 Mei 2025. Ia menjadi salah satu dari sepuluh tersangka dalam kasus yang dituduhkan sebagai korupsi pengadaan fiktif.
“Kami memohon agar proses hukum dijalankan secara objektif dan sesuai prinsip keadilan. Kasus ini tidak memiliki unsur pidana. Ini adalah urusan perdata antara dua perusahaan yang sudah sepakat untuk menyelesaikan kewajiban secara legal,” tegas Fatimah.(Fara/red)