Eksistensi.id, Samarinda — Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Syarifatul Sya’diah, menyuarakan keprihatinan terhadap lambatnya tindak lanjut Pemerintah Kabupaten Berau dalam merespons program Sekolah Rakyat yang digagas Kementerian Sosial (Kemensos) RI.
Ia menilai, Berau tertinggal dibanding daerah lain seperti Kota Samarinda, yang dinilainya telah menunjukkan kesiapan administratif dan teknis lebih baik dalam memanfaatkan program pendidikan bantuan pusat tersebut.
“Kalau Samarinda bisa memenuhi seluruh ketentuan dan segera bergerak, seharusnya Berau juga mampu. Tidak cukup hanya menunggu, harus ada inisiatif untuk menjemput peluang,” ujar Syarifatul, Selasa (24/6/25).
Sebagai wakil dari daerah pemilihan Berau, Kutai Timur, dan Bontang, Syarifatul menyoroti pentingnya sikap proaktif pemerintah daerah dalam menyambut program strategis yang pendanaannya bersumber dari APBN.
Menurutnya, dari lima daerah di Kaltim yang mengusulkan Program Sekolah Rakyat, hanya Samarinda yang berhasil memenuhi seluruh syarat administrasi.
“Ini program pusat, dananya sudah ada. Tapi kalau daerah tidak siap secara dokumen atau lamban dalam menyelesaikan persyaratan, ya pasti tertinggal,” jelas politisi dari Partai Golkar itu.
Sebagai bentuk komitmen, ia menyatakan siap untuk terlibat langsung dalam pendampingan dan evaluasi bersama Pemkab Berau.
Rencananya, ia akan segera bertemu dengan Dinas Sosial setempat guna mengidentifikasi hambatan yang menghambat realisasi program.
“Kalau perlu, kami dari provinsi akan mendampingi langsung ke Kemensos agar prosesnya bisa dipercepat. Jangan sampai masyarakat kehilangan akses karena masalah teknis,” ungkapnya.
Syarifatul juga mendorong Dinas Sosial Berau untuk belajar langsung ke Dinsos Samarinda, guna melihat bagaimana tata kelola dan kesiapan dokumen dapat mempercepat persetujuan program dari pusat.
“Belajar dari daerah lain yang sudah berhasil bukan aib. Itu bagian dari strategi mempercepat realisasi. Koordinasi antar daerah sangat penting,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa program ini menyasar masyarakat rentan, khususnya keluarga prasejahtera yang membutuhkan akses pendidikan nonformal.
Karena itu, keterlambatan dalam implementasi akan langsung berdampak pada kelompok yang paling membutuhkan.
“Kalau daerah lambat, rakyat yang paling dirugikan. Program ini bisa jadi solusi bagi anak-anak yang tidak bisa mengakses sekolah formal. Maka harus ada gerakan nyata, bukan hanya wacana,” tutupnya.(ADV)
Penulis : Nurfa | Editor: Redaksi