Eksistensi.id, Samarinda – Kebijakan pemerintah yang mulai berlaku pada 1 Februari 2025, yang melarang penjualan gas elpiji 3 kilogram (kg) oleh pengecer, mendapat tanggapan negatif dari sejumlah pihak.
Aturan baru ini dinilai kurang sosialisasi, menyebabkan kebingungan di kalangan masyarakat, terutama mereka yang biasa membeli gas melon di warung kelontong.
Berdasarkan kebijakan tersebut, gas elpiji 3 kg hanya bisa dibeli di pangkalan resmi yang terdaftar di Pertamina.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa pengecer yang ingin terus menjual gas elpiji 3 kg harus beralih status menjadi pangkalan resmi dengan mendaftarkan Nomor Induk Perusahaan (NIP).
“Pengecer yang ingin tetap berjualan harus menjadi pangkalan resmi dan terlebih dahulu mendaftarkan Nomor Induk Perusahaannya,” jelas Yuliot dalam wawancara di Jakarta, Jumat (31/1/2025).
Namun, kebijakan ini mendapat kritik dari Anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda, Sani Bin Husain.
Sani menilai penerapan aturan ini terlalu terburu-buru dan tidak mempertimbangkan kesiapan daerah serta masyarakat dalam menghadapi perubahan tersebut.
“Kebijakan ini seharusnya melibatkan koordinasi yang lebih baik dengan pemerintah daerah. Harus ada komunikasi yang jelas antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota agar masyarakat tidak kebingungannya,” ujar Sani, Selasa (4/2/2025).
Sani menambahkan bahwa kebijakan baru ini tidak hanya membingungkan masyarakat, tetapi juga memperburuk kesulitan warga dalam mendapatkan gas melon.
Ia mengingatkan bahwa sebelumnya, warga sudah kesulitan dengan aturan pembelian gas menggunakan KTP.
Pemerintah menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memperbaiki sistem distribusi, mencegah penimbunan, serta mendorong pengecer agar beralih menjadi distributor resmi.
Namun, menurut Sani, inti masalah sebenarnya bukan pada pengecer, melainkan pada lemahnya pengawasan distribusi gas oleh pemerintah.
“Jangan sampai kebijakan ini justru menambah masalah baru bagi masyarakat. Pemerintah harus memastikan distribusi gas benar-benar merata, bukan hanya sekadar mengganti sistem penjualannya,” tegasnya.
Penulis Ainunnisa editor Redaksi eksistensi