Eksistensi.id, Samarinda – Insiden longsor yang terjadi pada proyek terowongan penghubung Jalan Sultan Alimuddin dan Jalan Kakap, Samarinda, mendapat sorotan tajam dari DPRD Kalimantan Timur (Kaltim).
Proyek bernilai Rp395,9 miliar tersebut sebelumnya digadang sebagai solusi kemacetan, namun kini dipertanyakan kelayakan teknis dan aspek keselamatannya.
Anggota Komisi III DPRD Kaltim dari Fraksi PKS, Subandi, menegaskan bahwa peristiwa ini tidak bisa dianggap sepele. Ia meminta pemerintah daerah dan seluruh pihak teknis terkait segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap perencanaan dan pelaksanaan proyek.
“Ini tidak bisa didiamkan. Dengan adanya longsor, saya harap tidak ada dampak lanjutan yang membahayakan warga sekitar,” ujar Subandi, Selasa (15/7/25).
Menurutnya, proyek infrastruktur skala besar tidak boleh hanya mengejar penyelesaian fisik dan serapan anggaran. Aspek keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama sejak tahap awal perencanaan.
“Jangan hanya mengejar progres. Kajian risiko seperti longsor, sistem drainase, dan penguatan lereng harus diperhatikan secara serius,” tegasnya.
Subandi juga menyoroti lemahnya pemetaan geoteknik dalam proyek ini. Ia menyebut pembangunan di kawasan berkontur curam seperti itu memerlukan studi teknis berbasis data ilmiah, bukan sekadar perkiraan umum.
“Pemetaan geoteknik itu krusial. Kita tidak bisa bekerja berdasarkan asumsi. Harus ada data yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan,” katanya.
Selain itu, ia menilai pemerintah kota kurang melibatkan tenaga ahli independen dalam evaluasi proyek. Menurutnya, pendekatan teknis dari luar instansi pelaksana justru penting untuk menilai kelayakan secara objektif.
“Libatkan akademisi, pakar geoteknik, lembaga independen. Jangan tutup diri terhadap masukan. DPRD meminta proyek ini dihentikan sementara sampai evaluasi total dilakukan,” tuturnya.
Meski proyek ini berstatus strategis daerah, Subandi menegaskan bahwa hal itu tidak bisa dijadikan dalih untuk mengabaikan aspek keselamatan dan kelayakan teknis.
“Proyek strategis bukan berarti bebas risiko. Jangan korbankan keselamatan demi mengejar tenggat waktu. Kita harus utamakan kepentingan masyarakat,” tutupnya.(ADV)