Eksistensi.id, Samarinda – Kurangnya progres dalam implementasi Program Sekolah Rakyat di Kabupaten Berau mendapat sorotan tajam dari Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Syarifatul Sya’diah. Ia menilai respons Pemerintah Kabupaten Berau terhadap program nasional yang digagas Kementerian Sosial RI ini masih jauh dari memadai, terutama bila dibandingkan dengan keberhasilan Kota Samarinda.
“Jika Samarinda bisa segera memenuhi semua persyaratan dan langsung melaksanakan program, kenapa Berau belum menunjukkan langkah yang sama? Jangan hanya menunggu, daerah harus aktif jemput bola,” tegas Syarifatul, Sabtu (28/6/25).
Ia menekankan bahwa Program Sekolah Rakyat merupakan program strategis dengan pendanaan penuh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dari lima kabupaten/kota di Kaltim yang mengajukan, hanya Samarinda yang dinilai benar-benar siap secara teknis maupun administratif.
“Ini kesempatan besar yang dibiayai langsung oleh pusat. Tapi kalau administrasi dan kesiapan teknis di daerah masih lemah, maka otomatis pelaksanaan program akan terhambat,” ujarnya.
Sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Berau, Kutai Timur, dan Bontang, Syarifatul menyatakan kesiapannya untuk turun langsung mendorong percepatan di lapangan. Ia bahkan berencana menemui langsung Dinas Sosial Berau guna mengidentifikasi hambatan yang ada.
“Kami siap turun langsung, bahkan kalau perlu sampai ke Kementerian Sosial, agar proses ini bisa lebih cepat. Tidak ada alasan untuk menunda-nunda pelaksanaan program sekelas ini,” katanya.
Ia juga menyarankan agar Pemkab Berau menjalin komunikasi aktif dengan Pemerintah Kota Samarinda, yang telah lebih dulu berhasil menjalankan program tersebut. Menurutnya, pembelajaran antarwilayah sangat diperlukan demi perbaikan bersama.
“Berau bisa belajar dari Samarinda. Program ini bukan soal gengsi, tapi tentang keberanian daerah untuk bergerak cepat dan adaptif. Kolaborasi itu penting,” lanjutnya.
Syarifatul menegaskan bahwa inisiatif lokal menjadi faktor krusial dalam memastikan setiap program pusat dapat benar-benar sampai kepada masyarakat. Menurutnya, pendekatan pasif hanya akan memperlambat pelayanan publik, dan pada akhirnya justru merugikan masyarakat yang paling membutuhkan.
“Program ini ditujukan untuk membantu masyarakat prasejahtera. Jika pemerintah daerah lambat bergerak, maka masyarakat yang dirugikan. Itu yang tidak boleh terjadi,” tandasnya.(ADV)