Eksistensi.id, Samarinda — Kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang memperpanjang durasi Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) dari tiga menjadi lima hari menuai dukungan positif dari DPRD Kalimantan Timur.
Namun, dukungan ini disertai dengan catatan kritis agar perpanjangan waktu tidak menjadi ruang kosong atau bahkan membuka peluang munculnya praktik senioritas dan kekerasan di lingkungan pendidikan.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Muhammad Darlis Pattalongi, menyebut kebijakan ini dapat menjadi langkah strategis untuk memperkuat kesiapan mental, emosional, dan sosial peserta didik baru.
Namun ia mengingatkan, substansi kegiatan harus benar-benar dirancang secara terukur dan bermakna.
“Penambahan durasi ini bukan hanya soal waktu. Ini kesempatan untuk membangun karakter anak sejak awal, bukan malah jadi ajang kegiatan formalitas atau bahkan perpeloncoan yang tidak mendidik,” kata Darlis, Selasa (15/7/25).
Menurut Darlis, pendekatan MPLS selama ini seringkali terjebak dalam rutinitas simbolik dan kegiatan seremonial yang minim nilai.
Padahal, masa awal siswa masuk sekolah adalah momen penting untuk menanamkan nilai-nilai positif dan memperkenalkan sistem pendidikan yang sehat, terbuka, dan ramah terhadap siswa.
“Kalau disusun dengan baik, lima hari MPLS ini bisa jadi pondasi kuat bagi pembentukan karakter anak. Bukan hanya mereka tahu jadwal pelajaran, tapi juga paham tentang nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan saling menghargai di lingkungan sekolah,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa MPLS harus benar-benar bebas dari praktik kekerasan dan senioritas yang kerap disamarkan sebagai tradisi.
Dalam pandangannya, kekerasan verbal maupun fisik dalam proses pengenalan sekolah adalah bentuk pelanggaran yang tidak boleh ditoleransi.
“Sudah tidak zamannya lagi ada praktik-praktik feodal di sekolah. Kita harus meninggalkan pola pikir lama yang menganggap perpeloncoan sebagai ajang kedekatan. Itu justru merusak iklim pendidikan kita,” ujarnya.
Darlis juga menekankan pentingnya pengawasan dari sekolah dan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan MPLS di seluruh jenjang pendidikan, terutama di tingkat SMP dan SMA/SMK yang rentan terjadi praktik-praktik menyimpang.
“Harus ada evaluasi, pendampingan, dan pelibatan orang tua agar kegiatan MPLS benar-benar menjadi ruang yang aman dan produktif untuk siswa,” tambah politisi PAN dari daerah pemilihan Samarinda tersebut.
Ia berharap, melalui perpanjangan MPLS yang dijalankan dengan benar, proses transisi siswa dari lingkungan keluarga ke lingkungan pendidikan dapat berjalan lebih mulus dan berdampak jangka panjang terhadap kualitas pembelajaran.(ADV)