Eksistensi.id, Samarinda – Minimnya fasilitas perlindungan sosial di Kota Samarinda kembali menjadi sorotan. Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Novan Syahronny Pasie, menegaskan bahwa pemerintah kota harus segera membangun rumah singgah yang representatif dan memadai untuk menjawab kompleksitas persoalan sosial yang terus berkembang mulai dari anak jalanan hingga warga terlantar.
Novan mengkritisi ketergantungan yang masih tinggi terhadap lembaga swasta atau fasilitas milik pemerintah provinsi dalam penanganan kasus sosial.
Menurutnya, situasi ini menyebabkan pola intervensi menjadi parsial, terbatas waktu, dan jauh dari ideal.
“Target kita 2026-2029 nanti, fasilitas rumah singgah yang dimiliki Pemkot harus mengalami peningkatan. Saat ini kondisinya masih sangat minim,” ujar Novan.
Ia menyebutkan bahwa selama ini rumah singgah yang digunakan hanya mampu menampung warga selama maksimal 14 hari, sebelum kemudian harus diserahkan ke yayasan milik provinsi untuk proses penanganan lanjutan.
Hal itu, menurutnya, menandakan belum adanya sistem rehabilitasi sosial yang dimiliki sendiri oleh Pemkot.
“Yang menjadi catatan kami, hanya boleh maksimal 14 hari, kemudian tindak lanjut penanganannya harus diserahkan ke yayasan milik provinsi,” katanya.
Meski demikian, Novan tetap memberikan apresiasi atas kinerja Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat (Dinsos PM) Samarinda yang dinilai telah bekerja secara optimal di tengah keterbatasan anggaran dan infrastruktur.
Namun ia menggarisbawahi bahwa komitmen politik dan perencanaan jangka panjang tetap harus diwujudkan agar ke depan pelayanan sosial tak lagi bersifat darurat dan sementara, melainkan menjadi bagian dari sistem perlindungan sosial yang terkoordinasi dan berkelanjutan.
“Pemkot harus mulai membangun rumah singgah yang memadai. Ke depan, kami juga akan terus mendorong adanya koordinasi antara kota dan provinsi,” tegasnya.
Bagi Novan, kehadiran rumah singgah bukan hanya soal tempat berlindung sementara, tetapi cerminan dari keberpihakan pemerintah terhadap kelompok rentan yang membutuhkan intervensi nyata, bukan sekadar janji.(ADV)