Eksistensi.id, Samarinda – Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menegaskan bahwa kejelasan administrasi merupakan syarat mutlak dalam proses pendirian Gereja Toraja di Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang.
Ia menekankan perlunya verifikasi ulang terhadap dokumen dukungan warga yang menjadi dasar utama dalam proses tersebut.
“Landasan kita jelas, mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006. Semua tahapan administratif diatur dengan rinci di sana,” ujar Novan.
Menurut Novan, ada sejumlah catatan penting yang mencuat dalam forum mediasi, termasuk perbedaan pemahaman peran pejabat kelurahan dalam menandatangani dokumen.
Lurah Sungai Keledang, misalnya, menyatakan bahwa dirinya hanya memberikan keterangan domisili, bukan persetujuan atas pendirian rumah ibadah.
“Kalau dari pengakuan lurah, beliau merasa hanya memberikan keterangan domisili, bukan persetujuan formal. Ini yang perlu dipastikan lebih lanjut agar tidak menimbulkan tafsir ganda,” tegasnya.
Novan juga menggarisbawahi laporan masyarakat terkait dugaan pencatutan tanda tangan dan keberadaan nama-nama yang tidak berdomisili di wilayah tersebut.
“Beberapa warga menyatakan bahwa mereka tidak pernah memberikan persetujuan. Bahkan ada nama-nama yang identitasnya ternyata berdomisili di luar Samarinda Seberang. Ini tentu harus diverifikasi ulang,” jelasnya.
Ia menyebut bahwa kelurahan sebelumnya telah mengumpulkan 85 fotokopi KTP sebagai bentuk dukungan, namun sekitar 20 orang di antaranya meminta dikeluarkan dari daftar karena merasa tidak pernah menyetujui.
“Kalau 20 orang dari 85 merasa keberatan, sementara syarat minimal hanya 60 dukungan, ini jadi krusial. Artinya, angka dukungan bisa tidak sahih jika tidak segera diklarifikasi,” tambahnya.
Bagi Novan, penyelesaian polemik ini bukan hanya soal mencari kesepakatan, tetapi juga menegakkan prosedur yang sesuai aturan. Validitas dokumen harus dipastikan agar proses berjalan objektif dan tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari.
“Intinya, jangan sampai prosesnya cacat di hulu. Administrasi harus diclearkan dulu, agar kita tidak salah pijakan,” tutup Novan.(ADV)