Eksistensi.id, Samarinda — Rencana relokasi SMA Garuda di kawasan Seberang mendapat sorotan serius dari Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Sapto Setyo Pramono. Ia menegaskan bahwa kebijakan pemindahan sekolah, meskipun bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan, tetap harus berdiri di atas pondasi hukum yang kuat terutama terkait status kepemilikan aset.
“Jangan sampai niat baik menjadi masalah hukum di kemudian hari. Selama status lahan dan bangunan belum tuntas, kebijakan pemindahan hanya akan menjadi solusi semu,” ujar Sapto, Jumat (27/6/2025).
Menurutnya, permasalahan utama bukan terletak pada kebutuhan relokasi semata, melainkan pada ketidakjelasan administrasi aset, terutama dalam skema hibah antara pemerintah dan pihak yayasan. Ia menyebut situasi ini tidak hanya terjadi di SMA Garuda, tetapi juga di lokasi lain seperti Angklung, yang mengalami masalah serupa.
“Kami di Komisi II memegang prinsip: selesaikan dulu soal aset. Legalitas tanah dan bangunan harus dikunci. Tanpa itu, apapun langkah lanjutan berisiko cacat administrasi,” tegasnya.
Sapto mendorong penyelesaian berbasis appraisal profesional sebagai dasar negosiasi atau, jika diperlukan, langkah hukum berupa konsinyasi. Ia menyatakan bahwa tanpa mekanisme hukum yang tepat, pemindahan justru bisa memperbesar konflik aset.
“Kalau legalitas sudah beres, proses pemindahan bisa dilakukan kapan saja. Tapi jika itu diabaikan, kita justru bermain di wilayah yang rawan secara hukum,” jelas politisi asal Golkar ini.
Ia juga mengkritik minimnya koordinasi lintas komisi dalam isu ini. Menurutnya, Komisi IV yang membidangi pendidikan seharusnya sejak awal melibatkan Komisi II yang berwenang dalam urusan aset dan tata kelola keuangan daerah.
“Ini bukan sekadar soal ruang kelas atau murid, tapi soal aset negara. Komunikasi antarkomisi sangat penting agar langkah yang diambil menyentuh semua aspek,” katanya.
Sapto menyebut, untuk menghindari kebuntuan, pemerintah provinsi perlu segera menginisiasi forum bersama yang melibatkan DPRD, Dinas Pendidikan, dan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Ia menyampaikan bahwa ada alternatif lahan milik Pemprov seluas 9 hingga 12 hektar yang dapat dimanfaatkan bila relokasi menjadi pilihan akhir.
Sebagai penutup, ia menekankan bahwa prinsip kehati-hatian dan kepatuhan terhadap aturan tetap harus menjadi dasar pengambilan kebijakan, terlebih jika menyangkut layanan publik seperti pendidikan.
“Tujuan kita semua jelas memastikan siswa belajar di tempat yang layak. Tapi itu tak boleh mengabaikan aturan. Tata kelola yang baik harus jadi pijakan setiap keputusan,” pungkasnya.(ADV)
Penulis : Nurfa | Editor: Redaksi