Eksistensi.id, Samarinda –Di era digital saat ini, mimpi besar generasi muda tak lagi terpaku pada ruang kelas atau gelar sarjana. Banyak yang kini lebih tertarik membangun personal branding di media sosial, menjadi influencer, dan mengandalkan popularitas untuk mengais rezeki. Fenomena ini disoroti oleh Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Baba.
Baba memandang tren ini sebagai sinyal positif atas tumbuhnya kreativitas dan keberanian anak muda untuk mandiri secara finansial. Namun ia mengingatkan bahwa ketertarikan terhadap profesi digital tidak boleh menggeser peran krusial pendidikan dalam membentuk karakter dan masa depan seseorang.
“Menjadi influencer memang bisa menghasilkan, tapi jangan sampai membuat kita lupa bahwa pendidikan tetap fondasi utama,” ujar Baba, Sabtu (28/6/25).
Tren memilih menjadi kreator konten, menurut Baba, bukanlah hal yang salah. Ia mengakui banyak anak muda kini melihat pendidikan formal sebagai sesuatu yang tidak relevan, apalagi jika dibandingkan dengan iming-iming penghasilan cepat dari internet.
Baba tidak memungkiri bahwa kondisi sosial-ekonomi turut mendorong pergeseran orientasi ini. Mulai dari tekanan kebutuhan hidup, hingga gaya hidup konsumtif yang mendorong keinginan untuk cepat menghasilkan uang.
“Banyak yang menganggap sekolah hanya membuang waktu karena tidak langsung menghasilkan. Padahal, dunia digital sangat fluktuatif. Tanpa landasan ilmu dan keterampilan, sulit bertahan lama,” katanya.
Lebih dari sekadar opini, Baba menyuarakan pengalamannya sendiri yang pernah berada di posisi sulit. Berasal dari keluarga sederhana, ia harus bekerja keras sambil tetap mengejar pendidikan. Justru pengalaman itulah yang menurutnya membentuk daya juang dalam dirinya.
“Dulu saya harus kerja supaya tetap bisa sekolah. Berat, tapi saya tidak pernah berhenti belajar. Dan itu yang jadi modal hidup saya sampai hari ini,” kenangnya.
Alih-alih melarang generasi muda bekerja lebih awal, Baba mendorong pendekatan yang lebih fleksibel. Ia menilai kemajuan teknologi juga membuka cara baru untuk menempuh pendidikan, termasuk kuliah daring yang memungkinkan pembelajaran tetap berlangsung meski dijalani sambil bekerja.
“Sekarang banyak kampus yang punya sistem online. Jadi kuliah bisa dijalani paralel dengan profesi apapun, termasuk jadi influencer,” katanya.
Baba menekankan pentingnya peran keluarga sebagai pendamping dalam proses ini. Menurutnya, anak-anak bukan untuk dibatasi, tapi diarahkan. Pola komunikasi terbuka antara orang tua dan anak akan lebih efektif dibandingkan pendekatan otoritatif.
“Orang tua jangan hanya melarang. Ajak anak berdiskusi, jelaskan risiko dan tanggung jawabnya. Dunia digital punya banyak peluang, tapi tetap harus dibarengi etika dan akhlak yang baik,” ujarnya.
Tak hanya keluarga, ia juga mendorong lembaga pendidikan agar tidak tertinggal dari perkembangan zaman. Kurikulum, menurutnya, harus menyentuh aspek-aspek aktual seperti literasi digital, etika bermedia, hingga kewirausahaan berbasis teknologi.
“Kalau sekolah tetap kaku, anak-anak pasti mencari jalan lain. Maka dunia pendidikan juga harus adaptif. Ajarkan mereka tentang peluang digital, tapi juga bekali dengan nilai-nilai moral,” pungkas Baba.(ADV)