Eksistensi.id, Samarinda – DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), menyoroti lemahnya sistem perlindungan anak di provinsi ini, baik dari sisi regulasi maupun anggaran.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, menyatakan bahwa pendekatan pemerintah dalam melindungi hak-hak anak belum cukup responsif terhadap tantangan zaman yang terus berubah.
Menurut Andi, alokasi anggaran tahunan untuk sektor perlindungan anak yang hanya sekitar Rp400 juta sangat tidak sebanding dengan kompleksitas permasalahan di lapangan, termasuk tingginya angka kekerasan terhadap anak dan pelanggaran hak dasar mereka.
“Program yang bagus tidak akan berjalan maksimal jika anggarannya minim. Dana yang tersedia saat ini belum cukup untuk menjangkau kebutuhan perlindungan anak secara menyeluruh di seluruh Kaltim,” ujarnya, Rabu (23/7/25).
Ia menegaskan bahwa peningkatan anggaran perlindungan anak bukan sekadar angka, tetapi bentuk komitmen negara dalam memastikan generasi muda tumbuh dalam lingkungan yang aman, sehat, dan berdaya.
Tak hanya soal anggaran, politisi Partai Golkar ini juga menyoroti perlunya evaluasi terhadap regulasi yang ada.
Ia menyebut Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Anak sudah tidak lagi kontekstual dengan perkembangan sosial dan digital saat ini.
“Perda yang usianya lebih dari sepuluh tahun tentu perlu ditinjau ulang. Perubahan zaman, terutama dalam pola interaksi anak-anak dan remaja di era digital, menuntut aturan yang lebih adaptif dan berpihak,” jelas Andi.
Ia menyatakan, pendekatan perlindungan anak harus bergerak dari sekadar administratif menjadi lebih responsif terhadap dinamika psikososial anak, terutama dalam isu-isu kekerasan siber, eksploitasi daring, hingga bullying yang kini marak terjadi di ruang digital.
Andi juga menekankan pentingnya menjadikan perlindungan anak sebagai agenda utama pembangunan sosial yang inklusif.
Ia mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan baru yang tidak hanya menyentuh aspek legal, tetapi juga menanamkan nilai-nilai perlindungan sejak dini melalui pendidikan, komunitas, dan keluarga.
“Revisi regulasi adalah pintu masuk untuk merumuskan kebijakan yang lebih partisipatif dan menyentuh realitas. Kita harus pastikan setiap anak di Kaltim tumbuh dalam perlindungan yang nyata, bukan hanya tertulis di atas kertas,” pungkasnya.(ADV)