Eksistensi.id, Samarinda – Tidak diakomodasinya program bantuan keuangan (bankeu), hibah, dan bantuan sosial (bansos) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) 2025 memicu berbagai pertanyaan publik.
Menanggapi hal ini, Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Muhammad Samsun, menegaskan pentingnya keterbukaan informasi kepada masyarakat agar tidak terjadi kesalahpahaman soal proses penganggaran.
Menurut Samsun, keterbatasan waktu pelaksanaan dan regulasi yang berlaku menjadi alasan utama mengapa usulan tersebut tidak dapat direalisasikan pada APBD-P tahun ini.
Namun ia menekankan bahwa ketidakhadiran program bukan berarti aspirasi masyarakat diabaikan.
“Ini bukan soal tidak peduli terhadap kebutuhan warga. Tapi ada proses yang harus kita patuhi agar penggunaan anggaran bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya, Minggu (20/7/25).
Ia menjelaskan bahwa bansos, hibah, dan bankeu membutuhkan verifikasi administratif berlapis, termasuk pencocokan data penerima, analisis kelayakan, hingga penerbitan regulasi teknis. Di tengah sisa waktu anggaran yang sempit, proses tersebut berisiko tidak tuntas tepat waktu.
“Kalau dipaksakan, malah bisa jadi temuan. Kita tidak ingin bantuan yang niatnya baik justru menimbulkan masalah hukum di belakang hari,” tambahnya.
Samsun mengakui, publik seringkali hanya melihat hasil akhirnya termasuk pencairan atau tidaknya bantuan tanpa mengetahui kerumitan proses di baliknya.
Oleh karena itu, DPRD mendorong pemerintah daerah untuk mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat, agar pemahaman soal siklus anggaran bisa lebih merata.
“Selama ini aspirasi masyarakat masuk lewat reses, musrenbang, atau pokok pikiran dewan. Tapi semua itu butuh waktu, tahapan, dan ketepatan waktu pengajuan. Kalau diajukan di APBD Perubahan, kita harus realistis dengan kapasitas waktu yang ada,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa Peraturan Gubernur (Pergub) tentang bantuan keuangan yang masih berlaku turut menjadi batasan dalam penganggaran. Beberapa ketentuan teknis, seperti nominal bantuan dan kriteria penerima, tidak bisa serta-merta disesuaikan tanpa perubahan regulasi.
Meski demikian, Samsun memastikan bahwa usulan dari masyarakat tetap akan menjadi prioritas dalam pembahasan APBD murni 2026. Menurutnya, sistem perencanaan anggaran yang transparan dan berbasis kebutuhan riil akan mencegah kekecewaan publik sekaligus menjaga akuntabilitas.
“Jangan khawatir, usulan tetap kami catat. Kami akan kawal di pembahasan anggaran murni berikutnya. Yang penting, masyarakat tahu bahwa proses ini bukan semata soal politik, tapi soal tata kelola keuangan daerah yang harus prudent,” tegasnya.(ADV)