Eksistensi.id, Samarinda – Krisis kekurangan dokter spesialis di Kalimantan Timur (Kaltim) tidak hanya disebabkan oleh minimnya jumlah tenaga medis yang tersedia, tetapi juga karena kompleksnya mekanisme rekrutmen yang dinilai menyulitkan percepatan pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan, terutama di wilayah terpencil.
Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Sarkowi V Zahry, mengungkapkan bahwa selama ini proses perekrutan dokter spesialis masih bergantung pada sistem terpusat, seperti seleksi nasional dan prosedur kepegawaian yang melibatkan Badan Kepegawaian Negara (BKN). Alur ini kerap mempersulit pemerintah daerah untuk merespons cepat kebutuhan riil di lapangan.
“Permasalahan kita bukan hanya pada ketersediaan dokter, tapi juga pada mekanisme rekrutmen yang berbelit. Ketika daerah membutuhkan segera, prosesnya justru terhambat di sistem pusat,” ujarnya, Senin (7/7/25).
Ia mencontohkan, meskipun Pemerintah Provinsi Kaltim telah membuka sejumlah formasi dokter spesialis untuk penempatan di daerah perbatasan dan pedalaman, kenyataannya jumlah pendaftar justru sangat minim. Bahkan ketika kuota ditambah, animo tidak kunjung meningkat.
“Ini jadi ironi. Sudah dibuka formasi untuk daerah-daerah, tapi yang mendaftar sedikit. Mungkin karena lokasi penempatan kurang diminati, atau bisa juga karena prosesnya dirasa terlalu panjang dan rumit,” kata Sarkowi.
Langkah-langkah seperti kerja sama dengan fakultas kedokteran serta pembukaan peluang seleksi berbasis daerah memang sudah dijajaki. Namun, tanpa reformasi di sistem perekrutan dan dukungan afirmatif yang terstruktur, hasilnya tetap belum optimal.
Untuk itu, ia mendorong evaluasi menyeluruh terhadap pola rekrutmen tenaga medis, khususnya dokter spesialis. Sarkowi juga mendorong agar pendekatan afirmatif lebih diperkuat, seperti memberi prioritas bagi lulusan kedokteran dari daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) agar mereka memiliki peluang lebih besar untuk kembali mengabdi di kampung halamannya.
“Kalau bisa, anak-anak dari daerah 3T diberi afirmasi khusus. Mereka biasanya punya ikatan emosional yang kuat dan lebih mungkin bertahan di sana. Tapi tentu perlu pembinaan dan pendampingan,” jelasnya.
Ia juga menyinggung pentingnya pelibatan institusi pendidikan seperti Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman (Unmul) untuk membuka jalur afirmasi dan menjadi bagian dari solusi jangka panjang.
Sarkowi bahkan menyarankan agar program bantuan pendidikan seperti Gratispol diarahkan mendukung pembentukan tenaga medis untuk daerah-daerah terpencil.
Namun, ia mengingatkan bahwa pendidikan bukan sepenuhnya tanggung jawab pemerintah. Peran masyarakat, terutama orang tua, juga dibutuhkan dalam membangun kesadaran dan semangat pengabdian di kalangan generasi muda.
“Kalau kita hanya bergantung pada skema dari pusat, apalagi dengan proses birokratis yang rumit, maka krisis ini tidak akan pernah selesai. Kita butuh desain rekrutmen yang lebih responsif dan terobosan dari daerah sendiri,” tegasnya.
DPRD Kaltim, lanjut Sarkowi, siap mendorong kebijakan afirmatif serta anggaran khusus yang diarahkan untuk mendukung pemerataan tenaga kesehatan, agar seluruh masyarakat Kaltim, tak terkecuali di pelosok, bisa mendapatkan pelayanan medis yang layak.(ADV)
Penulis : Nurfa | Editor: Redaksi