Eksistensi.id, Samarinda – DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menyoroti lemahnya perlindungan terhadap hak-hak anak akibat regulasi yang dinilai sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Andi Satya Adi Saputra, menyatakan bahwa Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Anak perlu segera ditinjau ulang bahkan diganti total.
“Perda itu sudah lebih dari satu dekade. Dalam dunia yang serba digital dan serba cepat seperti sekarang, banyak hal yang tidak lagi terakomodasi di dalamnya,” ujar politisi Partai Golkar tersebut, Kamis (24/7/25).
Menurutnya, tantangan perlindungan anak saat ini jauh lebih kompleks. Bukan hanya menyangkut kekerasan fisik, tapi juga kekerasan siber, eksploitasi digital, dan pelanggaran hak yang terjadi dalam lingkup keluarga maupun institusi sosial.
Hal ini menuntut hadirnya regulasi yang adaptif dan mampu memberikan perlindungan menyeluruh.
“Anak-anak sekarang hidup dalam dunia yang berbeda. Interaksi sosial mereka banyak terjadi di media digital, dan itu membuka celah baru bagi bentuk-bentuk kekerasan yang belum diantisipasi dalam perda lama,” jelasnya.
Andi juga menyoroti bahwa lemahnya regulasi ini berdampak pada terbatasnya dukungan anggaran dan kurang optimalnya pelaksanaan program-program perlindungan anak.
Meski anggaran perlindungan anak sempat dibahas, ia menegaskan bahwa tanpa payung hukum yang kuat, implementasinya akan tetap lemah.
“Program bisa dirancang sebagus apapun, tapi tanpa dasar hukum yang relevan dan kekinian, semuanya akan sia-sia,” tegasnya.
Komisi IV DPRD Kaltim pun tengah mendorong evaluasi menyeluruh terhadap regulasi yang menyangkut perlindungan anak.
Langkah ini diharapkan menjadi titik tolak pembentukan peraturan baru yang lebih inklusif, partisipatif, dan responsif terhadap dinamika sosial yang terus berubah.
“Kalau kita ingin masa depan anak-anak Kaltim lebih aman, maka kita harus mulai dari fondasi hukumnya dulu. Perlu keberanian untuk mengubah,” pungkas Andi.(ADV)