Eksistensi.id, Samarinda – Pulau Kumala kembali menjadi sorotan setelah progres pembangunan wahana water boom di kawasan tersebut mencapai 70 persen.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Komisi I DPRD Kalimantan Timur, Salehuddin, menilai revitalisasi Pulau Kumala harus dimaknai lebih dari sekadar proyek wisata tetapi sebagai upaya menebus kegagalan masa lalu dalam mengelola investasi besar.
“Memang kita menyayangkan keterlambatan proyek ini. Namun demikian, saya tetap beranggapan lebih baik terlambat daripada tidak dilakukan sama sekali,” ujar Salehuddin, Sabtu (28/6/25).
Ia mengingatkan bahwa kawasan Pulau Kumala pernah menjadi prioritas pengembangan pariwisata Kukar pada era Bupati Syaukani Hasan Rais. Saat itu, nilai investasinya disebut mencapai hampir Rp400 miliar. Sayangnya, dana besar tersebut belum menghasilkan dampak ekonomi yang sebanding, baik untuk pendapatan daerah maupun pemberdayaan masyarakat lokal.
“Kalau kita lihat dari sejarahnya, nilai investasi di Pulau Kumala ini sangat besar. Tetapi hingga saat ini, kalau berbicara soal pengembalian investasi, belum tampak secara nyata. Ini yang menjadi alasan perlunya terobosan dan strategi baru,” lanjutnya.
Salehuddin juga mengungkap bahwa upaya kerja sama dengan pihak swasta pernah dicoba, namun kandas karena lemahnya dukungan pemerintah saat itu. Kini, ia berharap kehadiran wahana water boom dapat menjadi titik awal pemulihan, khususnya dalam menarik kembali minat wisatawan lokal.
“Potensi ini jangan disia-siakan. Kehadiran wahana air seperti water boom setidaknya bisa menarik kembali minat pengunjung. Lebih dari itu, wahana-wahana lain yang sebelumnya terbengkalai juga perlu dibenahi agar investasi besar ini tidak menjadi sia-sia,” tegasnya.
Ia mendorong pemerintah daerah untuk tidak hanya menyelesaikan pembangunan fisik, tetapi juga menyusun pola pengelolaan yang berorientasi pada hasil. Salah satunya dengan membuka peluang kerja sama strategis bersama operator wisata profesional yang telah berpengalaman.
“Tidak masalah dikelola oleh swasta sepanjang ada kerja sama yang jelas dan dapat menguntungkan daerah. Yang terpenting, kontribusinya terhadap PAD harus nyata,” ucapnya, sembari menyebut salah satu pengelola Jatim Park sempat menyatakan ketertarikan terhadap pengelolaan Pulau Kumala.
Salehuddin juga menyoroti pentingnya aspek pemeliharaan aset dan pengelolaan lingkungan sekitar. Ia menyayangkan banyak fasilitas publik di kawasan itu mangkrak akibat buruknya sistem pemeliharaan di masa lalu mulai dari fasilitas jembatan yang akhirnya dipindahkan ke Taman Tanjung, hingga bangunan kandang burung bernilai miliaran rupiah yang tidak digunakan.
“Pembangunan harus diiringi dengan sistem pengamanan dan pemeliharaan yang terencana. Jangan sampai kita mengulangi kesalahan lama, di mana aset daerah menjadi tidak terurus dan kehilangan fungsinya,” tuturnya.
Sebagai bagian dari penguatan ekonomi lokal, ia juga mendorong peran aktif dinas terkait dalam membina UMKM yang ada di sekitar kawasan wisata. Menurutnya, kebangkitan Pulau Kumala hanya akan terasa jika mampu menciptakan ekosistem ekonomi yang berpihak pada masyarakat sekitar.
“Pulau Kumala harus hidup kembali, dan benar-benar memberi dampak ekonomi bagi masyarakat,” tutupnya.(ADV)