Eksistensi.id, Samarinda — Sekretaris Komisi I DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Salehuddin, menyoroti pentingnya kehadiran negara secara adil dan transparan dalam menangani konflik di daerah yang terdampak industri ekstraktif.
Ia mengingatkan bahwa hukum tidak boleh memihak pada kekuatan modal, apalagi mengabaikan keselamatan warga lokal yang memperjuangkan hak atas ruang hidup.
Pernyataan ini disampaikan menyusul belum terungkapnya pelaku pembacokan yang menewaskan Rusel, petinggi adat Muara Kate, Kabupaten Paser, satu tahun silam. Hingga kini, proses pengusutan kasus tersebut masih gelap, sementara aktivitas pertambangan di kawasan tersebut justru makin masif.
“Ini bukan sekadar soal kriminalitas, tapi menyangkut keadilan sosial dan hak masyarakat atas keamanan. Warga yang menjaga ruang hidupnya harus dilindungi, bukan malah terabaikan,” tegas Salehuddin, Senin (30/6/25).
Ia menyatakan, langkah dialog yang dilakukan Gubernur Kalimantan Timur untuk merangkul kelompok adat patut diapresiasi. Namun, langkah itu harus disertai dengan tindakan nyata dari aparat penegak hukum agar kepercayaan masyarakat tidak runtuh.
“Negara harus hadir secara utuh. Jangan hanya mengundang bicara, tapi proses hukum tidak berjalan. Ini menyangkut rasa keadilan,” jelasnya.
Menurut Salehuddin, insiden tragis yang menimpa Rusel hanyalah salah satu dari sekian banyak potret ketegangan antara masyarakat lokal dan industri tambang.
Ia mendorong pemerintah untuk memetakan ulang wilayah-wilayah rawan konflik sosial akibat pertambangan dan memastikan sistem perlindungan hukum berjalan setara bagi seluruh pihak.
Ia juga mengusulkan agar aparat penegak hukum melibatkan perwakilan masyarakat sipil dalam pengawasan proses investigasi dan penyelesaian kasus. Hal ini penting untuk menjaga transparansi dan memastikan bahwa tidak ada intervensi dari kepentingan korporasi.
“Kalau prosesnya tertutup, masyarakat akan terus curiga. Ini bukan cuma soal kasus Rusel, tapi soal bagaimana ke depan negara bisa hadir membela warganya sendiri,” ujarnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa ketidakadilan dalam perlindungan hukum akan berdampak besar terhadap stabilitas sosial di daerah. Jika warga merasa tak lagi percaya pada proses hukum, konflik horizontal dan disintegrasi sosial bisa menjadi ancaman nyata. Di tengah ketidakpastian hukum dan derasnya aktivitas tambang, suara masyarakat adat seperti di Muara Kate kerap tenggelam.
DPRD Kaltim menyerukan agar ruang keadilan dibuka lebar, dan hukum tidak menjadi alat kompromi kekuasaan, melainkan pelindung seluruh rakyat tanpa terkecuali.(ADV)