Eksistensi.id, Samarinda – Penataan ulang Pasar Subuh Samarinda kembali menjadi sorotan dalam rapat dengar pendapat (RDP) gabungan di DPRD Kota Samarinda, Kamis (15/5/2025).
Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menegaskan bahwa langkah penertiban harus tetap berlandaskan aturan yang berlaku dan tidak mengabaikan kesejahteraan pedagang.
Dalam forum yang dihadiri sejumlah pihak terkait, Samri mengungkapkan bahwa keberadaan Pasar Subuh di atas lahan milik pribadi menjadi faktor krusial yang tak bisa diabaikan.
Berdasarkan penjelasan dari pemilik lahan, Marianto, tidak ada lagi izin penggunaan lahan untuk aktivitas perdagangan.
“Kalau izin pemilik lahan sudah dicabut, maka keberadaan pasar di lokasi itu berpotensi melanggar hukum karena tergolong penerobosan,” tegas Samri.
Ia juga menyebut bahwa proses komunikasi antara pemerintah dan pedagang telah berlangsung cukup lama, bahkan mencapai lebih dari satu tahun. Dalam kurun waktu tersebut, sebagian besar pedagang disebut telah setuju untuk direlokasi ke lokasi baru.
Pemkot Samarinda sendiri telah menyediakan tempat relokasi di Pasar Beluluq Lingau (Pasar Dayak) yang dianggap lebih representatif dan tertata. Pemerintah juga berkomitmen untuk menempatkan para pedagang sesuai jenis komoditas yang dijual, demi menciptakan kenyamanan dalam bertransaksi.
“Kita ingin ada pengelompokan dagangan. Misalnya, pedagang buah seperti pisang tidak dicampur dengan penjual ikan, agar pembeli lebih mudah mencari kebutuhan mereka,” jelas politisi asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Samri juga menepis anggapan bahwa relokasi pasar akan mematikan ekonomi masyarakat kecil. Menurutnya, penataan justru bertujuan untuk mendorong kesejahteraan pedagang dengan fasilitas yang lebih baik dan legal.
Tak hanya soal lokasi, Samri juga menyinggung dugaan pungutan liar yang terjadi di Pasar Subuh. Ia menyebut bahwa pengelolaan di pasar tersebut bukan di bawah dinas resmi, melainkan oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM). Hal ini menjadi perhatian serius karena dasar hukum pemungutan retribusi sudah tidak berlaku.
“Sudah tidak ada perda yang mengatur retribusi itu. Maka, praktik pungutan di sana tidak punya dasar hukum yang sah,” katanya.
DPRD Samarinda meminta agar penataan dilakukan secara humanis dan adil, dengan tetap mengedepankan kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak pedagang.(ADV)
Penulis: Dita | Editor: Eka Mandiri