Eksistensi.id, Samarinda – Masalah banjir yang terus berulang di kawasan Loa Bakung, Samarinda, dinilai sebagai persoalan jangka panjang yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan solusi teknis.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Sapto Setyo Pramono, menegaskan bahwa tanpa penataan ulang kawasan pemukiman dan kesediaan warga untuk direlokasi, banjir akan terus menjadi ancaman tahunan.
Menurutnya, penyebab utama banjir adalah tersumbatnya aliran sungai akibat padatnya pemukiman liar di bantaran Sungai Loa Bakung. Permasalahan kian rumit karena sebagian warga yang terdampak relokasi menuntut kompensasi di luar batas kewajaran, sehingga menghambat langkah normalisasi dan pengerukan sungai yang sebenarnya telah direncanakan oleh pemerintah.
“Tanpa penataan dan relokasi, sungai akan tetap tersumbat, dan tiap musim hujan wilayah itu akan terus terendam,” ujar Sapto, Selasa (8/7/25).
Ia menilai bahwa selama ini sebagian warga belum menunjukkan kesediaan untuk bekerja sama dalam proses penataan.
Sapto menyebut, niat baik pemerintah kerap terbentur dengan sikap warga yang tidak kooperatif. Bahkan dalam beberapa kasus, upaya perbaikan infrastruktur terhambat karena warga meminta pergantian yang dinilai tidak rasional.
Padahal, katanya, langkah teknis seperti normalisasi sungai sangat penting untuk mengembalikan fungsi aliran air yang sudah terganggu.
“Saya coba bantu dorong agar pemerintah jalan terus. Tapi jangan selalu menyalahkan pemerintah. Kalau semuanya dibebankan ke pemerintah, ya akan macet terus,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar ini menegaskan bahwa solusi banjir Loa Bakung tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak. Dibutuhkan sinergi nyata antara pemerintah dan masyarakat. Tanpa kesadaran kolektif, upaya yang dilakukan hanya akan membuang sumber daya tanpa hasil yang nyata.
“Kita ini makhluk sosial. Hidup harus tolong-menolong. Jangan sampai masalah banjir ini jadi ajang saling menyalahkan,” tegas Sapto.
Ia juga mendorong agar pemerintah daerah membuka ruang dialog yang lebih intensif dengan masyarakat.
Menurutnya, penanganan banjir seharusnya tidak dipandang sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang untuk membangun lingkungan yang lebih aman dan nyaman bagi semua.
“Saya berharap masyarakat mau terbuka berdialog dan mendukung langkah penataan kawasan. Karena keberhasilan bukan cuma soal kebijakan, tapi juga keterlibatan aktif warga,” tutupnya.(ADV)
Penulis : Nurfa | Editor: Redaksi