Eksistensi.id, Samarinda – Di tengah gencarnya kampanye program kesehatan gratis di Kalimantan Timur (Kaltim), Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sigit Wibowo, justru menyoroti masih adanya perlakuan berbeda terhadap pasien pengguna BPJS di lapangan.
Menurutnya, kualitas pelayanan yang timpang membuat program Jaminan Kesehatan Nasional belum sepenuhnya menyentuh rasa keadilan masyarakat.
“Jangan bangga dulu BPJS digratiskan. Kalau pelayanannya tetap dibedakan dengan pasien umum, itu artinya kita belum menunaikan keadilan layanan,” tegas Sigit, Rabu (16/7/25).
Politikus PAN yang juga Ketua Fraksi PAN-Nasdem itu menyampaikan keluhan masyarakat yang ia dapati selama kegiatan reses.
Salah satunya, soal perbedaan pelayanan antara rumah sakit umum dan rumah sakit swasta, meski sama-sama menerima pasien BPJS.
“Contohnya di Balikpapan, ada keluarga pasien BPJS yang merasa lebih dihargai di rumah sakit swasta. Akhirnya mereka pindah ke Rumah Sakit Pertamina. Ini harus jadi bahan evaluasi,” ujarnya.
Sigit menilai bahwa kehadiran anggaran besar dan penambahan tenaga kesehatan melalui skema PPPK belum diiringi perbaikan nyata di tingkat layanan. Padahal, Pemerintah Provinsi Kaltim telah mengalokasikan anggaran hingga Rp4,7 triliun untuk sektor kesehatan, termasuk melalui program unggulan seperti GratisPol dan JosPol.
“Tenaga kesehatan sudah ditambah, program sudah banyak, tapi kalau pasien masih merasa diperlakukan seperti warga kelas dua, ini harus dikritisi. Yang utama bukan anggarannya, tapi pelayanan nyatanya,” jelasnya.
Ia juga mendorong Dinas Kesehatan untuk membangun kemitraan yang sehat dengan rumah sakit swasta. Menurutnya, swasta seharusnya tidak dilihat sebagai pesaing, tetapi sebagai mitra strategis dalam mewujudkan layanan kesehatan yang lebih baik dan merata.
“Biarkan swasta tumbuh, itu justru membantu. Tapi tugas pemerintah adalah memastikan masyarakat mendapat layanan terbaik, tak peduli di mana mereka berobat. Ini bukan soal persaingan, tapi soal pelayanan publik,” tambahnya.
Lebih lanjut, Sigit mengingatkan bahwa visi dan misi pemerintah daerah tidak boleh berhenti di dokumen perencanaan. Ia menekankan pentingnya indikator keberhasilan yang konkret dan bisa dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Kita sudah punya program bagus. Tapi ukur keberhasilannya dari seberapa banyak warga yang merasa puas, bukan dari seberapa besar dana yang digelontorkan. Jangan sampai semua hanya berhenti di slogan,” tegasnya.
Pernyataan Sigit menjadi pengingat penting di tengah ambisi Kaltim mewujudkan pelayanan kesehatan gratis yang adil dan bermartabat. Ia menekankan bahwa layanan kesehatan bukan hanya soal akses, tetapi juga tentang cara masyarakat diperlakukan saat membutuhkan pertolongan.
“Rakyat tidak menuntut istimewa. Mereka hanya ingin diperlakukan setara dan dihargai sebagai manusia. Itu saja,” tutupnya.(ADV)