Eksistensi.id, Samarinda– Tingginya tingkat hunian rumah sakit di Kota Samarinda mendapat sorotan dari Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti. Ia menilai kondisi tersebut sebagai tanda perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem layanan kesehatan di kota ini.
Menurut Puji, meskipun jumlah rumah sakit di Samarinda relatif memadai, namun hampir seluruh fasilitas kesehatan tersebut kerap beroperasi dalam kondisi penuh. Salah satu faktor penyebabnya adalah banyaknya pasien rujukan dari daerah sekitar, seperti Kutai Kartanegara dan Bontang.
“Bukan karena kita kekurangan rumah sakit, tapi banyak pasien dari luar daerah yang memilih berobat di Samarinda. Ini menambah beban kapasitas layanan kita,” ujar Puji.
Menjelang pemberlakuan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) oleh BPJS Kesehatan mulai Juni, Puji menyoroti kekhawatiran bahwa tidak semua rumah sakit di Samarinda siap memenuhi standar tersebut.
“Kalau hanya 60 persen rumah sakit yang memenuhi syarat KRIS, maka sisanya tidak bisa menangani pasien BPJS. Ini berbahaya, bisa memperburuk antrian layanan,” jelasnya.
Politisi Partai Demokrat itu juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap izin operasional dan kualitas fasilitas rumah sakit, termasuk ketersediaan dokter spesialis dan peralatan medis. Ia mendesak Dinas Kesehatan untuk lebih aktif dalam melakukan evaluasi dan pendampingan.
Selain itu, Puji merespons keluhan warga terkait dugaan malapraktik yang terjadi di salah satu rumah sakit swasta di kota ini.
Ia menegaskan bahwa setiap kasus seperti ini harus ditangani secara serius dan menjadi pelajaran bagi peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
“Yang terpenting, semua rumah sakit harus memberikan layanan yang aman, layak, dan manusiawi bagi masyarakat, tanpa terkecuali,” tegasnya.
Ia berharap kolaborasi antara legislatif, eksekutif, dan penyelenggara layanan kesehatan dapat segera mempercepat perbaikan sistem, agar masyarakat Samarinda mendapat layanan yang lebih baik dan merata.(ADV)
Penulis: Nurfa | Editor: Eka Mandiri