Eksistensi.id, Samarinda- Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyampaikan keprihatinannya terhadap tingginya angka anak putus sekolah di kota ini.
Berdasarkan data yang dimilikinya, sekitar 700 anak di Samarinda diperkirakan tidak bersekolah pada usia wajib belajar pada 2024.
Khusus di daerah Samarinda Seberang, hasil penjaringan bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) menemukan ada 97 anak yang tidak mengikuti pendidikan formal. Puji menilai hal ini memerlukan perhatian serius dari pemerintah.
“Anak-anak ini seharusnya bisa mengikuti program pendidikan kesetaraan seperti Paket A, B, dan C. Namun, lebih dari itu, mereka juga perlu keterampilan yang langsung dapat diterapkan di dunia kerja setelah menyelesaikan pendidikan tersebut,” ujarnya.
Namun, ia mengungkapkan bahwa salah satu tantangan terbesar adalah ketidakminatan anak-anak yang sudah terbiasa mencari uang di jalanan.
Oleh karena itu, ia mendorong perlunya sosialisasi yang lebih intensif mulai dari tingkat RT hingga kecamatan, agar anak-anak ini tertarik untuk mengikuti pelatihan keterampilan, baik hard skill maupun soft skill.
Di sisi lain, Puji juga mencatat adanya kendala besar setelah pelatihan, yakni kurangnya modal usaha bagi keluarga kurang mampu.
Meski pemerintah telah menyediakan fasilitas Kredit Bertuah melalui Bankaltimtara untuk mendukung usaha mikro, Puji menganggap persyaratan yang ketat menjadi hambatan utama.
“Selain pelatihan, anak-anak ini membutuhkan dukungan modal agar bisa memulai usaha mereka. Saya berharap perusahaan-perusahaan melalui program CSR atau skema pendanaan lainnya bisa memberikan dukungan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Puji berharap visi Wali Kota Samarinda yang berfokus pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat mencakup juga masalah ini.
Ia ingin memastikan bahwa anak-anak putus sekolah tidak hanya mendapatkan pendidikan, tetapi juga kesempatan untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka di masa depan.
“Ini adalah tantangan besar yang harus kita atasi bersama,” tegasnya.(adv/dita)