Eksistensi.id, Samarinda – Peristiwa longsor yang terjadi pada proyek terowongan penghubung Jalan Sultan Alimuddin–Jalan Kakap menjadi peringatan keras bagi tata kelola proyek infrastruktur di Kota Samarinda.
Legislator DPRD Kaltim dari Fraksi PKS, Subandi, menilai insiden tersebut menguak lemahnya sistem perencanaan berbasis mitigasi risiko di proyek bernilai hampir Rp400 miliar itu.
Alih-alih menjadi solusi kemacetan jangka panjang, proyek terowongan kini menyisakan tanda tanya besar soal keselamatan publik dan akuntabilitas teknis.
“Proyek sebesar ini jangan dijalankan dengan pola kerja lama yang hanya mengejar serapan anggaran dan progres fisik. Ini menyangkut nyawa warga,” tegas Subandi, Minggu (20/7/25).
Ia mengkritisi minimnya pendekatan scientific-based planning dalam proses pembangunan.
Menurutnya, medan geografis dengan kemiringan tinggi di kawasan tersebut seharusnya sejak awal direspons dengan kajian geoteknik mendalam, bukan hanya penilaian visual atau pendekatan normatif.
“Tanah di sana jelas rawan pergerakan. Kalau tidak ada pemetaan risiko yang detail, wajar saja terjadi longsor. Ini kegagalan antisipasi,” katanya.
Tak hanya itu, Subandi juga menyoroti absennya suara akademisi dan pakar independen dalam pengawasan proyek. Ia menyayangkan kecenderungan pemerintah kota yang dinilai terlalu menutup diri dari pihak eksternal.
“Seharusnya proyek strategis seperti ini terbuka untuk diuji publik, bukan eksklusif dikelola segelintir konsultan. Kalau benar kajiannya kuat, tidak perlu takut transparansi,” tegas anggota Komisi III ini.
Subandi mendorong evaluasi menyeluruh sebelum proyek kembali dilanjutkan. Ia menekankan bahwa proses evaluasi harus melibatkan tenaga ahli geoteknik, akademisi perguruan tinggi lokal, dan lembaga teknis independen, agar proyek ke depan tidak menjadi sumber risiko laten bagi masyarakat.
Ia pun mengusulkan agar protokol mitigasi bencana dan sistem audit teknis eksternal menjadi standar dalam pembangunan infrastruktur besar di Samarinda.
“Kita butuh reformasi tata kelola proyek. Jangan lagi menganggap proyek selesai tepat waktu itu sudah cukup. Selesai tapi menyimpan bahaya, sama saja menciptakan bom waktu,” tutupnya.(ADV)